Ahad, 19 Januari 2014

Senjata/Teknologi Syaitan

Kita manusia menggunakan pelbagai peralatan dengan pelbagai tujuan di dalam kehidupan ini. Bagaimana pula Jin?. Adakah mereka juga mencipta peralatan dan menggunakannya?. Atau soalan yang lebih berat lagi, adakah mereka membangunkan teknologi?.

Abu Ad-Darda ra. pernah pula menceritakan: “Rasulullah saw berdiri untuk mengerjakan shalat. Kami mendengar beliau berkata: “Aku berlindung kepada Allah darimu.” Kemudian berkata tiga kali: “Aku melaknatmu dengan laknat Allah.” Beliau membentangkan tangannya seakan-akan menangkap sesuatu. Ketika beliau selesai shalat, kami bertanya: “Wahai Rasulullah, kami tadi mendengarmu mengucapkan sesuatu di dalam shalat yang sebelumnya kami belum pernah mendengar engkau mengucapkannya dan kami melihatmu membentangkan tanganmu.” Beliau menjawab keheranan para sahabatnya dengan menyatakan:
“Sesungguhnya musuh Allah, Iblis, datang dengan bola api yang hendak dia letakkan pada wajahku. Aku katakan: “Aku berlindung kepada Allah darimu”, tiga kali. Kemudian aku berkata: “Aku melaknatmu dengan laknat Allah yang sempurna yang pantas untuk engkau dapatkan”, tiga kali. Lalu aku ingin menangkapnya. Demi Allah, seandainya bukan karena doa saudara kami Sulaiman niscaya ia menjumpai pagi hari dalam keadaan terikat hingga dapat dipermainkan oleh anak-anak Madinah.” (HR. Muslim no. 1211)

Hadith di atas diantaranya memberikan pengetahuan kepada kita tentang serangan Iblis dan senjata yang digunakannya. Hadith mengenai perjalanan isra dan mikraj juga ada menceritakan kisah syaitan berbangsa ifrit mengejar baginda saw sambil membawa obor-obor/jamung berapi.
Sedikit pengalaman yang saya lalui sebagai ‘mualij’ kecil-kecilan, senjata yang digunakan syaitan itu adalah pelbagai. Manusia yang boleh memasuki spektrum 3.3(rujuk tulisan saya mengenai perbahasan kemampuan manusia melihat jin) dapat melihatnya dengan izin Allah swt. Doakan saya diizinkan Allah swt dan dengan keredaanNYA menulis pengalaman ini di masa terdekat. Namun pada tulisan ini saya kongsikan sebahagian mukadimahnya.


Ayat-ayat Al-Quran yang saya kongsikan di bawah, jelas menceritakan kepada kita tentang teknologi di alam Jin khususnya golongan syaitan.
"Dan Kami kurniakan kepada Nabi Sulaiman kuasa menggunakan angin untuk perjalanannya: sepagi perjalanannya adalah menyamai perjalanan biasa sebulan, dan sepetang perjalanannya adalah menyamai perjalanan biasa sebulan; dan Kami alirkan baginya matair dari tembaga; dan (Kami mudahkan) sebahagian dari jin untuk bekerja di hadapannya dengan izin Tuhannya. Dan sesiapa dari jin itu yang menyeleweng dari perintah Kami, Kami akan merasakannya (pukulan) dari azab api neraka.  Golongan jin itu membuat untuk Nabi Sulaiman apa yang ia kehendaki dari bangunan-bangunan yang tinggi, dan patung-patung, dan piring-piring hidangan yang besar seperti kolam, serta periuk-periuk besar yang tetap di atas tukunya. (Setelah itu Kami perintahkan): “Beramal lah kamu wahai keluarga Daud untuk bersyukur!” Dan sememangnya sedikit sekali di antara hamba-hambaKu yang bersyukur."  [Surah Saba' : Ayat 12 - 13]

"Dan (Kami mudahkan baginya memerintah) Syaitan; (dia memerintah) golongan-golongan yang pandai mendirikan bangunan, dan yang menjadi penyelam (bagi menjalankan kerja masing-masing)." [Surah Shaad : Ayat 37]


Kisah dan pengajaran(Serangan Senjata Syaitan)

Awal 2013,Skudai.
Tika aku sedang bertilawah di Masjid Taman U sementara menunggu isya’ ,Samsung Note2 bergetar.Panggilan dari sahabatku Dr A. “Insha Allah, lepas solat ana ziarah anta”. Jawabku ringkas.

Dr A, bagiku seorang yang sihat dan segak. Sesampai di rumahnya, beliau duduk di sofa, tidak dapat berdiri menyambutku.Tersandar di sisinya sebatang tongkat yang diselitkan di ketiak jika ingin berjalan.
“Tadi semasa saya keluar dari masjid selepas solat asar tiba-tiba bahagian bawah lutut saya terasa amat sakit.” Jelas Dr.A. Beliau terus membeli tongkat  dan ke klinik university. Tiada apa yang abnormal yang dapat dikesan oleh klinik berkenaan.Sepanjang hidupnya beliau tidak pernah mengalami sakit seperti itu.  Saya menghabiskan ruqyah sekitar setengah jam. Isteri Dr.A yang duduk di sisi beliau mendengar sama. Selepas kami berdoa, isteri beliau diizinkan Allah swt memasuki spectrum 3.3. Beliau melihat beberapa senjata tajam dan panjang(senjata alam jin) tercucuk di bahagian yang sakit pada kaki Dr.A. Saya hanya menganguk-angukkan kepala bersetuju dengan apa yang beliau lihat.

Saya membaca ruqyah Ibn Mas’ud(rujuk tulisan saya yang berkenaan) sambil mencabut senjata-senjata berkenaan dituruti dengan al-fatihah sambil menyapu tangan saya dibahagian yang sakit. Luka-luka(bukan luka fizikal) yang tertinggal mula bercantum.

Serta merta sakit di kaki Dr.A mula berkurangan. Saya meninggalkan rumah Dr.A sekitar jam 12.30malam. Alhamdulillah subuh pagi itu Dr.A solat di sebelah saya. Beliau pulih sepenuhnya,tongkat tersebut telah beliau sedekahkan kepada yang memerlukannya.  Allahuakbar hebatnya mukjizat Al-Quran dan benarlah Rasulullah saw.

Jumaat, 10 Januari 2014

Kisah Dan Ibrah(Sihir Saka)

Dikongsikan kisah benar dari Negara jiran. Seperti yang ditulis oleh sebuah pusat rawatan ruqyah Syar’iyah. Diantara pengajar yang boleh di ambil :
a)      Sedikit sebanyak memahami bagaimana sihir saka boleh terjadi. Diantara makna sihir itu adalah mendekatkan diri kepada syaitan.
b)      Sihir sememangnya tidak memberi manafaat bahkan memudaratkan manusia dunia dan akhirat.
c)       Amalan yang tidak mengikut sunnah nabi saw hanyalah mengundang bencana dunia dan akhirat.
d)      Al-Quran menjadi syifa kepada permasalah sihir saka.

Dukun Generasi Kelima Pengikut Nyi Roro Kidul

"MONA (bukan nama sebenarnya), kamu berbakat jadi dukun hebat," kata kakek suatu sore. Kata bernada pujian itu terlontar dari bibir kakek setelah sekian bulan. la memantau perkembangan murid-muridnya. Murid yang istimewa, karena semuanya memiliki pertalian darah. Generasi saya adalah generasi kelima dari keluarga yang secara turun ternurun terkenal sebagai dukun kesohor di Jawa Tengah. Pendadaran yang langsung dibawah kendali kakek memang dimaksudkan untuk mencari penerus dari ilmu leluhur kami. Para dukun yang telahsekian puluh tahun malang melintang di dunia perdukunan. Dari kawah candradimuka ini akan terlihat siapa yang layak menjadi pewaris ilmu leluhur keluarga kami. 
Mulanya, saya tidak tertarik menjadi seorang dukun. Saya hanya mengikuti sebuah tradisi dalam keluarga yang harus menjalani latihan tahap pertama ini. Dan saya dinyatakan sebagai yang terbaik. Melebihi bakat yang dimiliki sepupu saya yang nampak ngotot ingin menjadi dukun.
Ukuran keberhasilannya sebenarnya mudah, hanya dengan melihat pengaruh dari tahapan puasa yang kami jalani. Seberapa lama seseorang dapat merasakan kehadiran jin tanpa ada rasa takut. Semakin cepat, katanya, bakat yang dimilikinya semakin besar.Umur saya masih belasantahun ketika pertama kati disuruh berpuasa tiga hari. Rabu Pon, Kamis Wage dan Jum'at Kliwon, itulah hari-hari yang biasanya dipilih. Namun, puasa yang saya jalani berbeda dengan puasa dalam ajaran Islam. Waktu itu, saya disuruh mengawali puasa pada hari Selasa siang. Tepatnya jam tiga sore. Bukan Shubuh seperti lazimnya puasa dalam Islam. Satu jam sebelumnya sayaharus mengikuti ritual mandi kembang.
Saya berpuasa tanpa makan dan minum. Adzan Maghrib berlalu tanpa seteguk air membasahi kerongkongan. Saya hanya diperbolehkan makan nasi satu kepalan tangan dan air putih bila sudah sangat lapar. Itu pun hanya dibolehkan makan sekali. Bila tidak mampu, otomatis sayadinyatakan telah gagal dalam pendadaran ini.

Jam dua belas malam, saya disuruh keluar rumah lalu menjejakkan kaki ke bumi tiga kali, sambil merapal mantra berbahasa Iblis yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna,"Atas kekuatan udara, langit, bumi dan laut. Aku mengundang semua kekuatan itu atas penciptaan Tuhan. Atas nama besar Muhammad dengan dukungan Iblis ajmaun."
Saya yang belum mengerti apa-apa, hanya menuruti kata-kata kakek. Selanjutnya, saya disuruh mandi dari tujuh mata air yang berbeda. Mata air yang harus jatuh dari gunung. Sebuah persyaratan yang sulit terwujud bila tidak dipersiapkan jauh-jauh hari. Namun, semua persyaratan itu telah dipersiapkan kakek. Saya tinggal menjalani ritual semata.
Hari ketiga, saya disuruh kakek masuk ke dalam kamar. Duduk bersila dan mematikan lampu. Hanya lilin yang dinyalakan. Dalam temaram lampu lilin, saya diperintahkan menanggalkan semua busana. Selanjutnya tinggal menunggu apa yang akan terjadi.
Kata kakek, nanti ada yang datang dan biasanya menepuk punggung sebelah kanan. Awalnya saya merinding memikirkan apa yang akan terjadi. Namun saya berusaha menepisnya dan menenangkan diri. Tepat jam dua belas malam lebih sepuluh menit saya merasakan tepukan dipundak sebelah kanan.
Saya langsung kedinginan. Dengan sekuat tenaga saya berusaha untuk tidak berteriak. Saya diam. Menunggu apa yang akan terjadi. Ternyata hembusan angin mematikan lilin. Padahal saya berada dalam kamar yang tertutup yang seharusnya tidak mengizinkan angin masuk. Padamnya lilin merupakan pertanda buruk bagi saya.
Kakek menyatakan tirakat saya gagal dan harus diulangi lagi. Saya kembali menjalani ritual sejak awal di bulan berikutnya. Kali ini, kakek berpesan agar saya tidak membaca basmalah. Karena jinakan pergi lagi bila saya membaca basmalah. Puasa yang kedua ini, kakek benar-benar mengawasi saya, hingga ia pun puas. Saya dinyatakan lulus. Berikutnya saya disuruh melanjutkan puasa tujuh hari. Namun, terlebih dahulu saya harus mencari hari yang tepat. RabuPon, Kamis Wage dan Jum'at Kliwon, seperti biasa menjadi pilihan.  Dalam tahapan ini saya dinyatakan lulus, hingga langsung naik ke tangga berikutnya. Saya puasa dua belas hari, dua puluh satu hari dan empat puluh hari.
Setelah puasa empat puluh hari, saya disuruh kakek mandi di laut dengan membawa sisir,potongan rambut, potongan kuku dan celana dalam. Semua benda itu kemudian dibungkusdengan besek (sejenis tumbu terbuat dari anyaman bambu) dan ditinggal di laut. Setelah mandi saya langsung pulang. Karena kelelahan, sesampai di rumah saya tertidur. Saat itulah saya mendengar seseorang membangunkan saya. "Nduk, bangun," katanya. Saya terjaga. Saya tidak tahu apakah saya bermimpi atau tidak. Di depan saya telah berdiri seorang wanita berkebaya."Lungguh neng kene, Nduk (duduk di sini, nak)!" katanya. Saya turuti perintahnya. Tak lamakemudian, datanglah seorang kakek-kakek. Badannya kurus dengan balutan kain putih dikepalanya. la membawa sebilah keris. "Ini milikmu. Tolong dijaga!" katanya sambilmenyodorkan sebilah keris kepada saya. Belum sempat saya menjawab, keris itu langsung masuk ke dada saya. Saya benar-benar merasakan rasa sakit ketika keris itu menembus dada.
Keesokan harinya, saya sakit demam. Badan dingin menggigil. Setelah diserang panas dingin dua minggu lamanya, kakek datang. "Bagaimana, sudah masuk apa belum?" tanyanya. Belum sayajawab, kakek sudah mengejar dengan pertanyaan kedua. "Sudah didatangi apa belum?" katanya.
Saya heran, siapa orang yang dimaksudkan kakek. Pertanyaan kakek itu masih belum dapat saya jawab. Hanya diam jawaban saya. Saya tidak menghubungkan pertanyaan kakek denganperistiwa dua minggu yang lalu. Pembicaraan pun beralih ke sakit saya. "Tidak apa-apa, nanti juga sembuh" kata kakek, setelah memegang kening saya. la kemudian mengunyah jahe lalumenaruhnya di ubun-ubun saya. Aneh, perlahan rasa sakit itu hilang, hanya dengan kompres jahe yang dikunyah kakek.
Sejak itu, saya merasakan lidah saya menjadi tajam. Umpatan dan ancaman seringkali menjadi nyata. Orang pertama yang menjadi korban masih teman sekelas. Namanya Veti. la selalumenghina saya di depan umum. "Ngapain ke sini, kamu kan bau. Bau amis," kata Veti sinis.
Saya tidak terima dipermalukan sedemikian rupa. Dengan reflek, saya menjejakkan kaki kiri ke tanah tiga kali dan merapal mantra, "Demi angin, ...... saya berpegang padamu atas keputusan Tuhan." Selanjutnya saya menyebut nama Veti seraya mengancam. "Celaka kamu, kalau kamu memang tidak mau minta maaf sama saya." ketika pulang dari sekolah, Veti tertabrak mobil. la mengalami luka parah. Kakinya patah.
Waktu itu, saya belum berpikir macam-macam bahwa kecelakaan itu karena ucapan saya. Tapi peristiwa demi peristiwa yang terjadi kemudian membawa saya pada kesimpulan bahwa sayatidak boleh berbicara sembarangan.

RAMALAN PERTAMA YANG MENGGUNCANG KELUARGA
Saat SMA itu, saya sudah mulai meramal. Yang pertama menjadi korban masih sepupu saya. Retno, begitu ia biasa dipanggil. Retno yang telah berpacaran 8 tahun tidak lama lagi menikah. Hari H sudah ditentukan. Undangan juga sudah tersebar. Hari bersejarah dalam hidupnya, tinggal menghitung hari.
Sehari sebelum hari H, saya bermain ke rumah Retno. Dari raut wajahnya saya meramalkan bahwa pernikahannya akan gagal. "Ngapain kamu repot-repot seperti ini. Dia bukan jodohmu," kata saya tanpa merasa bersalah. Terang saja Retno blingsatan. la marah. "Kenapa kamu ngomong begitu, tidak sopan," katanya.
"Lihat saja. Siapa jodoh kamu. Jodoh kamu itu orangnya dari timur. Kulitnya putih dan rambutnya keriting, ketemunya kamu nanti di kereta," jawab saya dengan ringan. Retno terpana. la masih tidak percaya dengan ramalan saya. la bertanya dengan sedikit ragu, "Mengapa kamu bisa tahu kalau saya tidak berjodoh sama dia?"
"Karena di muka kamu terlihat bukan dia suami kamu. Aura kamu tidak nyambung. Kalau kamu tetap nekat sama dia, kamu akan susah. Kamu akan sengsara," kata saya panjang lebar.
Tak lama setelah kepergian saya, terdengar berita buruk. Retno gagal melangsungkanpernikahan esok harinya. Keluarga besar terpengaruh dengan ramalan saya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan. la syok. Keluarga pun tertimpa aib. Ujung-ujungnya saya disalahkan karena ramalan itu. Enam bulan lamanya ia baru dapat melupakan kenangan pahit itu. Ketika Retno berangkat ke Yogya, ia menceritakan mimpinya. la tidak lagi mempermasalahkan ramalan saya yang menggagalkan pernikahannya dulu. "Mon, saya mimpi dikelilingi api," katanya. "Berangkat sekarang. Besok kamu bertemu dengan jodohmu," jawab saya meyakinkan. Retno pun berangkat ke Yogya. Dan begitu pulang, dia langsungmemperkenalkan seorang pria yang kelak menjadi suaminya.
Selain itu saya mulai menerima  pasien. Pasien pertama saya adalah seorang penderita hilang ingatan asal Semarang, Jawa Tengah. Namanya Elsa. Saya pegang ubun-ubunnya, lalu saya tiup sebentar. la memang gila, gumam saya. Setelah saya putuskan untuk mengobatinya, saya berpuasa tiga hari. Kemudian saya membawanya ke laut. Di sana, saya duduk di pantai layaknyaorang yang bersemedi. 'Atas kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya, saya memanggil penguasa  laut kidul. Saya minta pertolongannya dan meminta petunjuk atas kebenaran yang tidak saya ketahui." Mantra pemanggil Nyi Roro Kidul pun saya rapal. Air laut yang ada di depan saya bereaksi. Air laut itu langsung mendekat. laseakan bernyawa. Keluarga Elsa ketakutan melihat apa yang terjadi. "Panggil saja lautnya dengan ikhlas," seru saya kepada orangtua Elsa. Mereka pun menuruti permintaan saya. Mereka memanggil air laut. Air laut kembali mendekat. la seakan menelan kami. Ia seperti menyambut kedatangan kami. Bila sudah demikian, saya tahu bahwa pasukan Nyi Roro Kidul sudah datang.
Sebelum memandikan Elsa, terlebih dahulu saya memotong kuku, rambut dan pakaian dalamnya. Saya minta orangtuanya menyebutkan nama kecilnya serta nama ibunya. Setelah itu potongan kuku, rambut dan pakaian dalam itu saya cuci sampai bersih lalu saya buang ke laut.Selang beberapa minggu kemudian, orangtua Elsa menghubungi saya dan mengatakan bahwa Elsa telah sembuh. Hanya saja setiap menjelang bulan Syura, dia harus ke laut.
Semakin hari, pasien saya semakin banyak. Jumlahnya mencapai ratusan atau bahkan ribuan. Karena kakek dan paman, juga sering melimpahkan pasiennya kepada saya. Mereka menganut aliran kejawen yang berkiblat ke Nyi Roro Kidul. Karena itu bila mendapat masalah yang pelik, mereka selalu datang ke laut dengan membawa sesembahan berupa bedak, sisir, kemben hijau, selendang hijau, kebaya, jarik parang, bunga mawar dan bunga melati. Sesajen itu biasanya dibawa pada hari Selasa kliwon atau Jum'at Kliwon.
Beragam alasan pasien yang datang kepada saya. Ada yang minta penglaris, dimenangkan dalam perjudian, maupun pelet. Seperti yang dialami seorang teman karib saya, Desi namanya. la diinjak-injak pacarnya sendiri. Sebagai sesama wanita saya tidak rela teman saya diperlakukan demikian. Desi pun minta tolong saya agar pacarnya tidak memutuskannya. "Mon, tolong saya!" pintanya memelas.
"Coba cari daun teratai tiga lembar. Cari yang arahnya saling bertemu dengan ruas yang sama," kata saya menjawab permintaan Desi. Desi benar-benar mencari daun teratai itu. "Kamu haruspuasa sehari semalam. Tanpa makan, minum dan tidur. Jam dua belas malam, ambil air wudhu dan duduklah menghadap kiblat dengan kaki bersila. Lalu tumpuk daun teratai itu menjadi satu. Sebut namanya disertai dengan membaca mantra lalu satukan daun-daun itu. Bayangkanpacarmu lalu usapkan ke kening. Setelah itu jadikan daun teratai itu sebagai bantalan tidur. Keesokan harinya pacarmu akan datang dengan muka yang aneh. Pandangannya kosong denganraut muka merah jambu." Saya jelaskan kepada Desi cara mendapatkan pacarnya melalui ilmu pelet. Desi akhirnya bersatu kembali dengan pacarnya. Hanya saja cintanya kini sudah melebihi batas. Dia tidak bisa berpisah dengan Desi. Kemana-mana selalu ingin bergandengan tangan.Cintanya sudah tidak wajar. Karena itu dua tahun kemudian Desi menemui saya lagi. la meminta agar peletnya dilepas. "Kasihan, ia bukan lagi yang saya kenal dulu," ujar Desi. "Bakar saja fotonya dan kemenyan bersamaan. Niatkan bahwa kamu ingin melupakannya." Itulah solusiyang saya berikan kepada Desi. Dengan itu, mereka tidak lagi mesra seperti yang dulu. Mereka pun akhirnya berpisah dan tidak melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.

LARUNG SESAJEN Dl PANTAI SELATAN.

Tahun 2003, saya ikut kakek melakukan ritual ke laut selatan di malam hari. Bertepatan dengan hari Selasa Kliwon. Dari rumah kami berjalan kaki ke laut. Saya mengenakan kebaya sambil membawa tumpeng lengkap dengan nasi kuning. Sementara kakek membawaseperangkat sesajen berupa macam-macam pakaian, bedak, kapur sirih, tembakau, mas-masan dan kain hijau. Kami menuju laut. Sebelum masuk pintu gerbang, saya duduk dalam posisi menyembah dengan dipimpin kakek. Kemudian kami berjalan beberapa langkah, lalududuk menyembah kembali. Setelah melewati laut, saya mencium bau yang sangat harum. "Hmm.... Bau harum melati," gumam saya sambil menghirupnya dalam-dalam.
Semua barang bawaan dilarung ke laut. Selang beberapa menit kemudian, ombak datang menggulung sesajen. Kakek ceria. Wajahnya berbinar-binar. la merasa sesajennya diterima Nyi Roro Kidul. Lalu kami pun pulang dengan mengambil jalan berbeda. Tapi anehnya, bau harum itu ikut pulang bersama kami. Bau harum melati itu terus membuntuti sampai dalam rumah. Ketika saya tanya, kakek hanya men-jawab singkat. "Nyi Roro ikut."
Sejak itu, saya mulai sering bermimpi yang aneh-aneh. Saya diajak jalan-jalan ke lautselatan. Melewati pintu gerbang dan batu pualam yang tinggi. Dalam mimpi itu, saya disambut prajurit berpakaian ala kraton. la bersenjatakan tombak. Prajurit itumempersilakan saya masuk dan menyuruh saya tanda tangan. Tapi saya tidak mau, meski saya lihat banyak juga yang membubuhkan tanda tangan. "Saya hanya ingin lihat-lihat," elak saya.
"Ya sudah kamu masuk, memang kamu orang sini," jawabnya mempersilakan saya masuk. Saya melihat istana yang indah. Dengan lalu lalang orang yang tiada henti. Di sebuah ruangan terlihat emas permata yang melimpah. Puluhan orang datang mengambil permata-permata itu silih berganti. Di sudut lain, saya melihat laki-laki yang dikelilingi perempuan yang cantik-cantik. Orang itu lagi ngapain? tanya saya, tapi tidak adayang menjawab. Saya terus melangkah. Di sebuah tempat saya melihat orang-orang yang mengambil buah yang berisi permata. "Mereka lagi ngapain?" tanya saya kepada penjaga. "Mereka itu minta. Kamu nggak ikut minta?" tanya balik seorang penjaga. Saya menggelengkan kepala. Saya tidak tertarik untuk membawanya, justru saya ingin segera pulang.
Ketika pulang, saya merasa seperti terdampar di sebuah kilang minyak. Saya pun terbangun keheranan. Yang lebih mengejutkan, tempat tidur saya penuh dengan pasir. Mulanya, saya berpikir mungkin tadi belum saya bersihkan. Tapi keesokan malamnya, saya kembalibermimpi. Saya dijemput sebuah kereta kuda. "Ayo nduk pulang. Wong rumahmu di sana," ajak seorang perempuan berkebaya. Dalam mimpi itu saya kembali ikut ke laut pantai selatan. Tentu dengan pengalaman yang berbeda dan satu hasil. Kamar saya bertaburan pasir kembali.

KUNJUNGAN KE 'ISTANA NYI RORO KIDUL'
Akhir Desember 2003, saya membaca Majalah Ghoib edisi 9. Dalam sebuah rubriknya dikisahkan seorang anak yang bertingkah aneh karena bisa melihat jin. Saya merasakan kisah anak ituseperti perjalanan hidup saya. Bahkan lebih mengerikan. Dari sana, saya mulai berpikir bahwa ada yang salah dalam diri saya. Ada masalah yang harus segera diselesaikan.
Ketika saya bertemu dengan kakek, saya pertanya-kan apa yang selama ini men-jadi beban pikiran saya. "Kek, benarkah dalam diri saya ada jinnya?" tanya saya sambil menyodorkanMajalah Ghoib. Kakek terpana. la tidak menduga mendapat pertanyaan itu. "Tidak, kamu itu turunan," jawab kakek dengan suara bergetar. Kakek mem-baca sepintas Majalah Ghoib lalu merobek-robeknya. Kakek bercerita, saya adalah keturunan kelima yang diharapkan dapat mewarisi semua ilmu leluhur.
Ruang diskusi dalam hati saya belum tertutup, meski Majalah Ghoib telah dirobek-robek kakek. Saya kembali menelusuri perjalanan masa lalu. Perubahan sikap dan perilaku yang telah saya alami. Saya terkesima. Saya telah banyak berubah. Sejak tahun 2003, saya sudah tidak lagimenjalankan puasa Ramadhan. Jin yang merasuk ke dalam diri saya tidak mengizinkannya.Tenggorokan saya tercekik, bila saya niatkan puasa Ramadhan atau puasa sunah lainnya. Satu hal yang sangat berbeda bila saya puasa mutih atau ngrowot. Semuanya berjalan dengan lancar. Saya juga tidak lagi bisa shalat. jin-jin itu yang menghalangi saya.
Selain itu, ibu dan kerabat dekat saya mengatakan saya telah banyak berubah. Katanya saya jahat sekali. Saya menjadi licik dan omongan saya kotor. Saya bersedih. Linangan air matapun tidak lagi tertahankan. Saya menangis dalam kesendirian. Akhirnya saya memutuskan untuk mengikuti ruqyah. Awal 2004, saya berniat mengikuti ruqyahnamun tidak pernah kesampaian. Ada saja hambatan. Bahkan bisikan dalam diri saya melarang dengan keras. Baru di akhir tahun 2004, tepat setahun setelah berkenalan dengan Majalah Ghoib saya mengikuti ruqyah massal. Waktu itu di sebuah kota di Jawa Tengah diadakan seminar dan ruqyah masal. Saya datang, karena saya sudah bertekad untuk keluar dari jalur perdukunan. Meski untuk itu saya harus melawan orangtua dan kakek yang mengharapkan saya mewarisi ilmu keluarga.
Meski untuk itu saya harus kehilangan harta yang melimpah. Dan saya harus memulai lagi dari nol. Bayangkan saya biasa mendapatkan uang empat ratusan ribu bahkan lebih untuk sekali terapi. Sebuah penghasilan yang sangat menggiurkan memang. Saat ruqyah masal itu, di dada saya ditaruh sebuah mushaf al-Qur'an. Anehnya, tubuh saya bergejolak. Aliran darah seakan terhenti. Tidak ada yang mengalir ke seluruh tubuh, hingga saya merasa sekujur tubuh saya kesemutan.
Tanpa sadar, saya berontak. Saya memukul ustadz yang menerapi. Bahkan al-Qur'an yang suci itu saya ludahi. Saya semakin kaget. Karena saya bisa melihat apa yang saya lakukan. Tapi saya tidak kuasa menahannya. Saya berteriak dan tertawa terbahak-bahak.
Setelah ruqyah itu saya demam selama seminggu. Satu hal yang tidak pernah terjadi sejak dikompres jahe oleh kakek, dulu. Saya berubah menjadi seorang penakut. Saya merasa ada serombongan orang yang memanggil-manggil. Mereka menyuruh saya kembali. Kemana-manasaya selalu dicekam ketakutan. Meski demikian, saya beruntung. Karena sejak ruqyah pertama, saya mulai bisa menjalankan shalat. Meski awalnya berat, seperti ada yang membebani di punggung. Tapi setelah terus dilawan, akhirnya beban itu hilang dengan sendirinya. Hanya saja, setelah ruqyah pertama kemampuan saya semakin tajam. Pasien yang meminta jasapun semakin banyak. Pasien-pasien lama banyak yang kembali datang. Sebuah pertentangan batin yang berat memang. Di satu sisi, kehadiran mereka mendatangkan keuntungan materi dan kehormatan. Namun pada sisi lain, saya telah menyatakan mundur dari dunia perdukunan. Sebuah masa transisi yang sangat menyesakkan dada.
Namun keputusan sudah diambil. Saya tidak mau surut ke belakang. Apapun resikonya. Akhirnya dengan bahasa yang halus, saya menolak permintaan mereka. Saya mulai menyarankan mereka untuk menempuh cara yang tidak menyimpang dari agama. "Berdoalah kepada Allah dan lakukan shalat hajat," solusi seperti inilah yang pada akhirnya saya berikan kepada mereka.
Beberapa minggu setelah terapi pertama, saya ikut terapi ruqyah secara berkelanjutanSaat itulah saya merasakan tubuh saya memanjang. Saya hanya merasakan seperti melihat ular. Tanpa sadar, saya mendatangi ustadz. "Siapa kamu. Mengapa kamu membunuh anak buah saya?Percuma kamu membaca bacaan-bacaan itu karena tidak akan berpengaruh kepada saya. Saya tidak mempan oleh bacaan-bacaan itu," begitulah celotehan saya seperti dikisahkan seorang teman.
"Saya membunuh anak buahmu karena mereka masuk ke tubuh Nona dan mengganggunya," jawab ustadz. "lya, karena anak ini yang meminta. Dia meminta kepada saya dan saya hanyamengirimkan yang dia minta," jawab balik saya. Jin yang merasuk ke dalam tubuh saya itu membandel. Dia masih belum mau keluar.
"Jangan salahkan saya karena perempuan ini yang datang ke saya," ujar jin melalui bibir saya. "Perempuan ini sudah bertobat," ujar ustadz. "Tapi perempuan ini sudah memberikan perjanjian kalau dia akan memberikan semuanya kepada saya dan mengembalikan semuanyakepada saya," jin yang merasuki tubuh saya tidak mau mengalah. Dia terus mengoceh. Ketika ditawarkan untuk masuk Islam, jin itu tidak tahu. "Saya tidak tahu sama sekali apa itu Islam.Siapa itu Muhammad. Itu zaman kapan? Karena saya tidak hidup pada zaman itu. saya tidak mau bersyahadat, karena saya tidak mengenal Muhammad dan Islam," jin itu tetap membandel.
"Keluar dari sini," bentak ustadz. "Ya, saya akan keluar karena saya masuk dengan kemauan sendiri, maka saya bisa keluar dengan kemauan sendiri." Setelah mengucapkan kalimat itu, jin itu keluar saya pun tersadar. Jin yang merasuk ke dalam tubuh saya memang belum keluar semua. Tapi saya tidak berputus asa. Sudah belasan tahun mereka bertahan dalam tubuh saya, tentu mereka juga tidak mau keluar dengan mudah. Satu hal yang ingin saya pegang teguh, bahwa saya akan terus menempuh jalur ruqyah untuk membersihkan diri. Semoga Allah mengam-puni dosa-dosa saya. yang telah banyak menyesatkan orang melalui ilmu perdukunan yang saya kuasai.


Kisah Dan Tauladan(Khadam Jin)

Di bawah adalah kisah benar dari pengalaman pesakit di sebuah pusat rawatan Ruqyah Syar’iyah di Negara jiran. Diantara pengajaran dari kisah di bawah:
A)     Amalkan zikir-zikir yang di amalkan oleh rasulullah saw atau sekurang-kurang yang diajarkan oleh Ulama yang muktabar.
B)      Wirid dan zikir yang benar dan diterima Allah swt semakin banyak kita amalkan semakin bertambah takwa kepadaNYA. Jika sesuatu wirid itu dikatakan misalnya “ kalau wirid ini diamalkan terlalu banyak, ia akan memberi kesan ‘panas’.” Maka tinggalkanlah kerana bertentangan dengan firman Allah swt yang  memerintahkan kita untuk berzikir kepadanya sebanyak-banyaknya.
C)      Tinggalkan yang meragukan ambil yang diyakini bersumber dari Nabi saw.

Maksud Hati Berdzikir, Ternyata Jin yang Saya Dapat

Posted February 25, 2012 by Abu Zaid Al-Hawaary in Kesaksian.

Wiridan sih sah-sah saja. Bahkan wirid sendiri sangat dianjurkan dalam Islam. tentunya, selama hal itu tidak bertentangan dengan ajaran Rasulullah. Lain halnya bila wiridan itu diembel-embeli dengan puasa beberapa hari atau ritual tertentu lainnya. Buka apa-apa. Maksud hati ingin memperoleh ketenangan batin, tapi yang didapat justru sebaliknya. Diikuti oleh jin yang mengaku sebagai khadam. Istilah lain untuk pembantu atau pelayan dari bangsa jin. Inilah kenyataan yang idalami oleh Firmansyah (23 tahun), pemuda asli Betawi. Pemuda ini mengkisahkan pengalamannya kepada Majalah Ghoib di rumahnya Menteng, Jakarta Selatan.
Sewaktu sekolah Aliyah dulu, sekitar tahun 1996, saya mengalami suatu peristiwa yang membawa saya ke dalam pengembaraan panjang. Sebagai seorang pemuda yang bergelut dengan dunia jin melalui wiridan.

Peritiwanya terjadi pada suatu pagi yang cerah, saat saya sholat dhuha di masiid tua di daerah Kuningan. Saat itu, di dalam masjid tidak ada orang lain, hanya saya seorang diri. Kemudian mucul keinginan untuk belajar pidato. Maka dengan tenang layaknya seorang ustadz, saya melangkah ke mimbar. Lalu duduk sejenak di kursi. Saya raih tongkat yang ada kemudian bergaya seperti seorang khothib. Dan secara perlahan meski sedikit gemetar, saya latihan khutbah, “Alhamdulillah. Alhamdulillahilladzi …”

Nah, satu minggu setelah kejadian itu saya merasakan kehadiran seseorang yang tidak terlihat. Saya juga suka ngomong sendiri. Kalau di kelas badan terasa lemas dan tidak bergairah. Untuk menjawab soal pun terasa agak sulit. Selain itu, saya juga mudah kesurupan. Misalnya, ketika sedang mengikuti pengajian di sebuah masiid, tiba-tiba badan saya merinding. Merasa seperti itu, saya segera pulang. Begitu tiba di rumah saya langsung berteriak, “Hua ha ha …” Saya kesurupan. Kemudian bapak membaca ayat kursi, tapi jinnya tidak merasa apa-apa. Sepuluh menit kemudian jinnya itu pergi begitu saia.

Kesurupan ini seakan menjadi bagian dari hidup saya. Karena bisa dipastikan hampir tiap minggu saya selalu kesurupan. Kalau cuma sekali dua kali mungkin tidak terlalu masalah tapi bila berlangsung hingga satu tahun. Tentu sangat berat bagi saya. Akibatnya saya selalu hidup dalam ketakutan dan tidak punya gairah hidup.

Keadaan saya ini, ternyata tidak luput dari perhatian guru-guru. Hingga guru sosiologi menghampiri, “Kenapa kok lemes terus?” Akhirnya saya disuruh ke rumahnya. “Sepertinya ada yang aneh dalam dirimu” komentarnya setelah menuangkan minuman ke gelas. “Saya tidak tahu, Pak.” Kemudian saya ceritakan apa yang saya alami. Dari tatapan matanya saya tahu bahwa ia berempati kepada saya. Kemudian dengan bijak ia banyak menasehati dan mengajarkan beberapa amalan yang katanya bisa mengurangi beban saya.
Saya disuruh membaca Al-Fatihah untuk nabi Muhammmad, para wali dan para orang-orang tua saya. Kemudian membaca shalawat seratus kali dan Ya Lathif seratus kali. Lalu berdoa, “Ya Allah. Dengan kekuatan sayidina Umar berilah saya kekuatannya.”
Saya gembira sekali hari itu. Dan bertekad untuk mengamalkannya agar rasa takut itu hilang dan kembali bersemangat. Tapi ketika saya mengamalkan wiridan itu di rumah, saya terkejut. Kok saya teriak-teriak terus, “Hoh hoh hoh” badan saya menggigil dan gemetaran. Meski demikian saya terus saja membaca wiridan itu. Hasilnfa baru terasa seminggu kemudian. Ya, saya mulai tenang.

Sudah agak lama saya tidak kesurupan, hingga akhirnya jin itu datang lagi. Peristiwanya kali ini terjadi di rumah sakit. Saat saya terkena penyakit typus dan sudah stadium tiga. Walau itu sudah seminggu saya tidak shalat, harus terbaring lemah di atas ranjang dan tidak bisa berdiri. Tapi tiba-tiba saya bisa berdiri tegak kemudian berjalan dengan cepat. Hingga para pasien dan keluarganya keheranan. Tak lama kemudian, saya berbicara keras dengan suara bergetar. Tapi suaranya itu bukan suara saya sendiri “Saya mau shalat. Anak ini sudah meninggalkan shalat berhari-hari. Dia harus shalat sekarang.” Kemudian jin yang merasuki tubuh saya itu berceramah, sambil sesekali menepuk dada. Melihat itu, orang-orang pada ribut dan akhirnya membiarkan saya shalat. Ulah jin yang merasuki saya itu tidak berhenti sampai disini. la ingin membawa saya melompat dan terjun dari rumah sakit bertingkat itu. “Saya mau terjun. Saya tidak kuat di sini. Saya mau pulang” sampai banyak suster yang mau saya
Cekik.

Melihat itu, bapak berteriak. “Siapa kamu?” “Saya adalah syaikh Abdul Jabbar. Ha ha ha, saya selama ini yang mengikuti dia. Dan saya dihalangi khadam buyutnya. Saya tonjok mereka hingga babak belur. Saya adalah raja jin yang terkuat,” jawab jin yang merasuki saya.
Akhirnya pihak rumah sakit mengizinkan saya dibawa pulang. Namun, di tengah jalan mobil yang saya tumpangi mogok. Bapak saya menduga karburatornya yang rusak. Tapi setelah dibuka “cross” airnya muncrat ke muka bapak. Ketika sampai di rumah, saya melihat rumah yang selebar enam meter itu sepertinya kecil. Seakan hanya beberapa puluh senti saja. Kemudian saya tidak bisa tidur hingga beberapa hari.
Jin Abdul Jabbar keluar masuk tubuh dalam kondisi demikian, ada seorang teman yang menjenguk sambil membawa katanya “air wali”. Setelah dia meminumnya sedikit ia kemudian menyemprotkannya kembali ke badan saya. “Panaas” teriak jin yang merasuki saya. “Kamu belajar sama siapa?” Tanya jin. “Sama habib,” jawab teman saya. “Oh, bagus, bagus teruskan saja belajarmu.” Seolah jin itu menasehatinya. Kemudian teman saya membaca “Ya Allah, Ya Rahman … sampai kepada Ya Jabbar.” Kemudian jin tertawa terbahak-bahak, “Ha ha ha. ltu nama saya. Kamu bacakan apa saja, pasti tidak mempan karena saya jin lslam. Saya hafal 30 juz.” Setelah merasa tidak marnpu mengobati,saya, akhirnya teman saya itu pulang.

Dua hari kemudian, di pagi yang cerah saya dibawa ke rumah habib. Tapi anehnya habib itu sudah ada di depan rumah. Seolah dia sudah menunggu kedatangan saya. Pas ketika saya masih berdiri terpaku di depan rumahnya, “sreet” saya merusakan ada sesuatu yang keluar dari tubuh saya. Kemudian bapak ngobrol agak lama dengan habib. Dan setelah meminum air dari habib, kami segera pulang. Tapi, hanya beberapa menit istirahat di rumah, saya kesurupan lagi. Jin Abdul Jabbar itu datang lagi. Katanya dia takut sama habib itu dan sempat keluar.
Keesokan malamnya, sehabis shalat maghrib saya diantar seorang tetangga ke Cibinong untuk bertemu dengan seorang kiyai. Aneh, setelah keluar dari tol, sopir itu tidak lagi tahu arah. Berkali-kali ia bertanya, namun tetap tidak tahu arah. Sementara di luar, cuaca gelap, langit tak berbintang. Disertai dengan hembusan angin kencang yang terus mendesing di telinga, seakan hujan akan turun dengan lebatnya. Saat saya melihat ke arloji, ternyata sudah pukul 10 malam. Tak lama kemudian, lnnalillah, mobil itu mogok di perkebunan dan tidak bisa dihidupkan lagi, lalu saya kesurupan lagi, “Ha ha ha. Saya mogokin mobilnya.” Akhirnya kita berlima jalan kaki, walau hawa dingin terasa menusuk tulang. Dan, setelah memperhatikan sekeliling beberapa saat, akhirnya sopir itu tahu bahwa kita sudah hampir sampai di rumah kiyai. Kira-kira hanya berjarak 300 meter.

Alhamdulillah, akhirnya sampai ke tempat tujuan juga, setelah tersesat beberapa jam. kira muat untuk sepuluh orang. Kamar itu beralaskan karpet plastik, dengan jendela dan pintu di belakangnya. Lalu bapak saya menyerahkan dua butir telur ayam kampung. Pak kiyai mengambilnya sebutir lalu memecahkan dan mencampurnya dengan minyak lulur, yang dipakai untuk pijat saya.

Selama pemijatan itu, terdengar suara pintu “Gubrak gubrak”, padahal pintu itu sudah ditutup tapi selanjutnya terbuka lalu tertutup lagi, begitu seterusnya. Tak lama kemudian saya mulai kesurupan “Ha ha. Akulah Abdul Jabbar. Saya dari zaman syaikh Abdul Qadir Jailani. Saya berumur 900 tahun. Saya senang anak ini karena dia rajin ibadah. Tapi saya juga benci, sebab dia dulu berani naik mimbar. Padahal mimbar itu bukan tempatnya. Yang berhak naik ke mimbar itu adalah orang-orang yang berilmu. Dan jangan permainkan tempat saya. Kalau tidak. Saya bunuh anak ini.” Tak lama kemudian saya tidak sadarkan diri. Dan, setelah sadar tahu-tahu pengobatan itu sudah selesai. Sejak saat itu jin Abdul Jabbar entah karena apa, tidak datang lagi. Walau sebenarnya jin itu masih bersarang di tubuh saya.
Wiridan yang Ternyata Penuh Jin

Dua bulan kemudian, saat kelas 3 Aliyah saya mempelajari wiridan miftahul hizb. Wiridan-wiridan itu saya baca semua kemudian saya berdoa “Ya Allah, hamba mohon diberikan ilmu dhahir batin dan ditunjukkan jalan ilmunya Rasulullah.” Setelah mengamalkan wiridan ini setiap hari maka pada hari ke 13, 14 dan 15 saya berpuasa seperti puasa Ramadhan. Katanya wiridan ini tanpa menggunakan khadam dari jin. Katanyaa, ilmu yang dihasilkan dari wiridan ini berasal langsung dari kemukjizatan Rasulullah. Mendengar penjelasan yang demikian – waktu itu – saya percaya begitu saja.

Hasil pengamalan wiridan ini, diluar dugaan saya.Yang dulunya saya sering kesurupan, tapi sekarang berbalik. Saya bisa mengobati orang kesurupan. Selain itu, saya juga bisa menerawang. Ya, saya bisa menebak watak seseorang yang belum saya kenal sama sekali. Suatu hari saya bertemu seseorang kemudian saya menerawang dia, “Kamu orangnya pemarah, egois. Kamu juga sedang menghadapi masalah.” Dia bingung, “Lho kok kamu tahu gitu.” “Ya saya tahu saja. Kamu bermasalah dengan atasan kamu, kan?” kata saya lagi. Akhirnya dia makin terpana dan semakin tertarik dengan terawangan saya. Kemudian saya menerawang temannya, “Orangnya putih, hidungnya mancung dan rambutnya agak ikal.” “Lho kok kamu tahu!” Teman baru saya itu semakin terbengong-bengong. Sebenarnya semua yang saya katakan itu tergambar dengan jelas dipikiran saya begitu saja.
Pada kesempatan lain, ada seorang tetangga yang kehilangan burung. Akhirnya dia beranya kepada saya. Dan dengan reflek tangan saya bergerak, “Seeet”. “Tuh burungnya ada di situ.” Tangan saya menunjuk ke arah tertentu. Akhirnya tetangga itu menyebutkan nama satu persatu. “Namanya si Arman.” “Bukan” kata saya sambil tangan saya mengisyaratkan tidak benar. “Namanya si Atong” katanya lagi. “lya, benar itu dia.” Akhirnya burungnya dicari dan ketemu. Betapa malunya si pencuri yang ketangkap basah itu. Tapi anehnya keesokan harinya saya kehilangan motor. Kemudian saya coba menerawang dengan ilmu saya. Saya tunjuk ini dan itu. Tapi tidak bisa menemukan motor itu hingga sekarang.

Rupanya keahlian saya itu, mengantarkan bapak dan adik untuk mempelajari ilmu sejenis. Meski mereka belajar dari guru yang berbeda. Nah, untuk membuktikan ilmu perguruan mana yang lebih hebat, akhirnya saya dan bapak sepakat untuk diadakan uji kekuatan. Tempatnya di rumah saya. Saat itu, ada tiga orang yang mengetes saya. Setelah pasang kuda-kuda kemudian saya dipukul. Ternyata pukulan itu mengenai wajah saya dan tidak bisa saya elakkan. Padahal sebelumnya saya bisa menghindari dan mementalkan pukulan siapa saja. Saya belum menyerah. Dan dilakukan pengujian ulang. Saya bertahan dengan cara lain, tapi saya tetap kena pukulan. Akhirnya saya mengaku kalah dan berguru dengan mereka, untuk mempelajari ilmu Karamah. Peristiwa ini terjadi pada tahun pertama ketika saya kuliah di UlN.
Sebelum dibaiat atas keberhasilan mempelajari ilmu Karamah, saya disuruh puasa tiga hari dan membaca wiridan juga selama tiga hari, “Ya Allah. Ya Rasulullah. Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani disuhunkeun karamahna ku abdi gusti suryajana negara (Ya Allah. Ya Rasulullah. Ya Syaikh Abdul Qadir Jailani dimintakan karamahnya kepada saya gusti suryajana negara) la haula wala quwata illa billahil ‘aliyil adhim” kemudian di test. Orang yang memukul gaya itu terpental semua.

Setelah mengamalkan wiridan ini, saya merasakan adanya perubahan. Orang jadi takut sama saya. Sebaliknya, saya menjadi lebih berani. Pernah saya terjebak tawuran pelajar. Ketika saya ditimpuk dengan batu, tiba-tiba batu itu terpental sendiri sebelum mengenai saya. Akhirnya para pelajar itu kabur, ketakutan. Kondektur bis juga takut. Saya pernah marah dengan kondektur. Hanya gara-gara kurang ongkos. Waktu itu tarif bus untuk mahasiswa hanya seratus sementara penumpang umum membayar limaratus. Kebetulan, saya membayar tigaratus. Tapi, kondektur bis itu tidak percaya. “Kalau kamu mahasiswa bayar seratus juga saya terima,” kata kondektur itu. “Ya sudah kalau berani sini,” saya menantangnya. Ketika sudah dekat, dia ketakutan. Sepertinya dia melihat sesuatu yang menakutkan.
Selain ilmu di atas, saya juga mempelajari dua ilmu lainya. Yang pertama adalah ilmu kebal dan yang kedua wirid Sakran. Saya tidak tahu, mengapa saya seperti haus berbagai macam jenis ilmu. Sehingga saya sering berguru dari satu tempat ke tempat lainnya. Misalnya, saat itu saya juga belajar wirid sakran. Wiridan itu diamalkan setiap selesai shalat wajib selama tujuh minggu dan puasa Senin-Kamis selama tujuh minggu juga. Dengan niat “Aku niat puasa sunnah karena Allah untuk amalan wirid syaikh Habib Ali Abu Bakar As-Sakran.”

Sesudah seluruh ritual dalam tujuh minggu itu selesai, malamnya saya bermimpi sampai dua kali. Mimpi pertama adalah mimpi basah. Dan setelah bangun kemudian tidur kembali saya bermimpi berada di sebuah masjid yang besar di wilayah Tarim, salah satu daerah di Hadhramaut, Yaman. Di dalam masjid itu saya bertemu dengan orangtua. Yang memperkenalkan dirinya sebagai Habib Muhammad bin Abdul Rahman Assegaf. Kemudian ia menuntun saya berdoa di samping makam habib Ali bin Abu Bakar As-Sakran.
Beberapa hari kemudian, saya ceritakan mimpi itu kepada guru. Katanya mimpi itu menjadi wangsit bahwa wiridan saya sudah disahkan. Selang beberapa hari kemudian, ketika sedang berbaring di tempat tidur, tiba-tiba saya mendengar suara yang tidak saya ketahui darimana sumbernya, “Assalaamu’alaikum. Sekarang tuan adalah majikan saya. Dan saya adalah khadam tuan.”

Beberapa hari berikutnya saya sering kesurupan setelah tarawih di mushola. Di tengah kerumunan jamaah laki-laki. “Assalaamu’alaikum. Kenalkan nama saya Abdul Lathif.” Anehnya banyak jamaah yang bahkan menjadikan iin yang merasuk ke tubuh saya sebagai teman bercanda. “Namanya siapa ki?” Tanya sebagian jamaah. “Nama saya Abdul Lathif. Saya dari Baghdad. Saya khadamnya Firmansyah.” Terus banyak yang minta macam-macam. “Saya minta jodoh dong?” pinta seorang dari mereka. “Lu, yang cocok sama lu orangnya yang pendek,” kata Abdul Lathif melalui mulut saya. Mendengar jawaban itu, sontak jamaah tertawa terpingkal-pingkal.
“Saya minta nomer togel nih,” Tapi jin itu langsung menggerakkan tangan saya untuk mengambil buah dan melempar yang meminta, “Maksiat nanya-nanya sama gue,” kata jin Abdul Lathif.

Pernah iuga iin yang merasuk ke tubuh saya itu mengambil kopi dan meminumnya, “Nih, air bekas saya ini berkah” tak tahunya jamaah yang berada di sekitar saya langsung berebut meminum kopi itu. Peristiwa seperti ini teriadi sekitar sepuluh kali selama Ramadhan. Dan waktunya selalu setelah tarawih. Sebelum pergi jin itu pamitan dulu, “Sudah tidak ada pertu lagi dengan saya? Saya pergi dulu ya. Assalaamu’alaikum”. Setelah peristiwa demi peristiwa itu, akhirnya banyak yang konsultasi dengan saya. Dan, untuk menjawabnya, saya gabungkan saja berbagai keilmuan yang saya miliki.

Sehabis Ramadhan, jin Abdul Lathif masih sering merasuk ke tubuh saya. Bahkan saat saya sedang mengajar anak-anak remaia. Disini dia mulai mengisi anak-anak remaja itu. “Ki, saya sering lewat daerah-daerah tawuran. Minta penjagaan dong?” pinta seorang anak. “Ya, sini! Kamu baca “Asyhadu alla ilaha ilallah. Asyhadu anna Muhammadar rasulullah. La haula wala quwwata ila billah.” lalu ia menjabat tangan anak yang diberi ilmu. Pada mulanya, jin Abdul Lathif baru datang setelah saya panggil. Dengan membaca Al-Fatihah untuk nabi. Kemudian shalawat untuk habib yang menciptakan wiridan ini. Setelah itu, saya memanggil “Ya Lathif” sambil menjejak bumi tiga kali. Setelah itu lin Abdul Lathif datang dan merasuk ke tubuh saya. Tapi lama kelamaan kedatangannya tidak lagi bisa saya kendalikan.
Awal Datangnya Hidayah.

Aktifitas di pengaiian anak remaja, terus menggiring saya untuk berkenalan dengan beberapa aktifis dakwah lainnya. Nah, dari sini saya sering tukar pengalaman dan berbagi cerita. Sejujurnya, saya katakan pada mereka bahwa saya punya ilmu-ilmu teftentu. Yang waktu itu, saya menyebutnya llmu kemukjizaan. Saya juga punya khadam dari jin dan menurut pendapat saya meminta bantuan jin juga tidak apa-apa. Pendapat saya ini dibantah oleh teman-teman. “Lho, itukan bacaan-bacaan lslami. Bacaan shalawat. Bacaan-bacaan Alquran,” saya mencoba beradu argumentasi. “Walaupun itu Asmaul Husna, tapi kalau itu buat kebal saya tidak percaya,” kata teman saya.
Seiring dengan semakin lama berinteraksi dengan mereka, saya merasa ada keanehan. Badan saya panas setiap hari. Saya juga sakit flu tidak henti-hentinya. Dan, setelah membaca artikel di majalah Ghoib, saya mulai meragukan kebenaran jalan yang saya tempuh selama ini.
Hal ini semakin diperparah dengan situasi rumah tangga yang sedikit mengalami goncangan. Dari sini saya mulai tidak yakin akan kebenaran ilmu saya. Akhirnya saya pergi ke Majalah Ghoib. Saat tiba di kantor Majalah Ghoib, saya merasa takut sekali. Kepala saya bergetar tanpa dapat saya kendalikan. Tidak seperti biasanya. Kemudian saya diterapi Ustadz Ahmad Junaidi. Saat itulah jin yang bersarang di tubuh saya dikeluarkan. Pada ruqyah pertama saja, kata ustadz Junaidi ada sekitar sepuluh jin yang keluar, tentu menurut pengakuan jin itu. Ada jin Abdul Jabbar, jin Konghuchu, jin Kristen, jin Budha dan yang paling bandel keluarnya adalah jin Abdul Lathif.

Ketika jin Abdul Lathif diruqyah ia berbicara dengan ustadz Junaidi dengan bahasa Arab. “Saya dari Baghdad. Cuma saya lama di Surabaya,” katanya. “Kenapa kamu masuk ke orang ini?” tanya ustadz Junaidi. “Siapa suruh. Yang baca wiridan itu dia. Ya, saya masuk. Kalau wiridan itu tidak dibaca, saya tidak masuk,” kata jin Abdul Lathif lagi. “Berarti kamu telah sesat dan menyesatkan” bentak ustadz Junaidi. Mendengar bentakan itu, jin Abdul Lathif hanya bisa diam. Kemudian jin itu berdoa seraya meminta pertolongan kepada Ali. “Ya Ali. Anqidzni (lolonglah aku).” “Jin, doamu ini syirik,” kata ustadz Junaidi. “Saya kan tawasul, ustadz,” ujar jin itu mempertahankan diri.
“Tawasul dengan dzat selain Allah itu berarti syirik,” kata ustadz Junaidi. “Tidak. lni tidak syirik. Saya berpegang teguh dengan manhaj Zainal Abidin,” kata jin Abdul Lathif masih membandel. Dia susah dikeluarkan. Karena badan saya sudah kecapekan, akhirnya ruqyah hari itu diakhiri juga. Meski sebenarnya saya masih merasa bahwa jin Abdul Lathif itu belum bisa dikeluarkan. Karena itu ustadz Junaidi menyuruh saya untuk datang lagi minggu depan. Disamping itu says dianjurkan untuk terus berdzikir dan melakukan terapi ruqyah secara mandiri.
Alhamdulillah setelah terapi ruqyah yang keenam, sekarang sqra sudah baik kembali tinggal sedikit pusing di kepala bagian belakang.

Begitulah sepenggal kisah yang saya yakin banyak dialami oleh orang lain, bergelut dengan dunia jin tanpa disadarinya. Atau bahkan sebagian orang menganggap ini merupakan suatu kelebihan yang diberikan Allah. Namun, pada akhirnya saya harus mengakui bahwa pendapat yang demikian itu salah. Saya berharap kisah ini dapat menjadi renungan tersendiri, bagi siapapun yang berkenan.

Jumaat, 3 Januari 2014

Penyakit ‘Ain Dan Cara Rawatannya(Siri Pertama)

Di dalam Fath al-Bari, Al-hafiz Ibn Hajar berkata : “Penyakit ‘ain adalah pandangan mata yang disertai pujian bersekali diiringi kedengkian lantaran memiliki tabiat jahat dan mengakibatkan orang yang dilihat mengalami kemudaratan.”

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا

Dari Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda : “Penyakit ‘Ain  itu benar-benar adanya, Jika seandainya ada sesuatu yang boleh mendahului qodar/takdir ,tentulah ia adalah penyakit ‘ain.Jika kamu diminta untuk mandi(untuk mengubat penyakit ‘ain) maka mandilah.  (hadith  riwayat  Muslim, hadith yang hampir sama juga di riwayatkan di dalam Shahih al-Bukhari )

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,Rasululloh saw bersabda :Mintalah kamu perlindungan kepada Allah dari penyakit ‘ain karena sesungguhnya ‘ain itu adalah benar (Hadith Riwayat Ibnu Majah)

Di dalam hadith yang lain Nabi saw bersabda:

 “ Kebanyakan umatku meninggal dunia yang sememangnya merupakan qadak dan qadar Allah adalah disebabkan oleh penyakit ‘ain.”      (Hadith ini disebut oleh al-Haitsami di dalam Majma’ al-Zawa’id 5/160 daripada Jabir bin Abdullah(r.a) dan berkata:”Hadith ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dan perawainya adalah perawi soheh selain Thabib bin Habib bin ‘Amar.Beliau adalah seorang thiqah.” Hadith ini disohehkan oleh al-Hafiz Ibn Hajar)

Dari Amir bin Robi’ah ra :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Rasullulloh saw bersabda : “Jika seorang dari kamu melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, pada dirinya atau pada hartanya, maka doakan keberkahan padanya, karena sesungguhnya penyakit ‘ain itu adalah benar”. (HR Ahmad).

  
Penyakit ‘Ain berkemungkinan terjadi meskipun tanpa disengajakan oleh pelakunya

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan bahwa terkadang seseorang boleh mengarahkan ‘ain kepada dirinya sendiri.

Lupa dan tidak bersyukur pada Allah swt serta melihat kebun dengan takjub akan keindahannya menjadi asbab kemusnahan kebun berkenaan

39. Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, "Maasya Allah, laa quwwata illaa billaah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu
40. Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu; sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin.

                                                                                                                        surat Al-Kahfi ayat 39-40.

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan :”Ketika engkau masuk suatu kebun dan kau merasa takjub akan keindahannya,mengapa engkau tidak memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadamu seperti nikmat harta dan anak keturunan yang tidak diberikan kepada selain engkau dan mengapa kamu tidak mengucapkan masya’Allah la quwwata illa billah. Ayat 39 surah Al-Kahfi sering saya gunakan di dalam ruqyah bagi penyakit ‘ain yang tidak diketahui puncanya. Ditiup ke dalam air untuk tujuan minum dan mandi.

Namun terkadang pengaruh buruk ain terjadi tanpa disengajakan dari orang yang memandang takjub terhadap sesuatu yang dilihatnya. Lebih dari itu kesan buruk pandangan mata ini juga boleh terjadi dari orang yang hatinya bersih atau orang-orang yang soleh sekalipun mereka tidak bermaksud menimpakan ‘ain kepada apa yang dilihatnya. Hal ini pernah terjadi kepada para sahabat Nabi saw, padahal hati mereka terkenal bersih,tidak ada rasa irihati atau dengki terhadap sesamanya.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّهُ قَالَرَأَى عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ يَغْتَسِلُ فَقَالَ مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلَا جِلْدَ مُخْبَأَةٍ فَلُبِطَ سَهْلٌ فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامِرًا فَتَغَيَّظَ عَلَيْهِ وَقَالَ عَلَامَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ أَلَّا بَرَّكْتَ اغْتَسِلْ لَهُ فَغَسَلَ عَامِرٌ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ وَمِرْفَقَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ وَأَطْرَافَ رِجْلَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ فِي قَدَحٍ ثُمَّ صُبَّ عَلَيْهِ فَرَاحَ مَعَ النَّاسِ

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dia berkata bahwa Amir bin Robi’ah melihat Sahl bin Hunaif sedang mandi, lalu berkatalah Amir : ‘Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit yang secantik  ini” Maka jatuh sakitlah Sahl. Kemudian Rasulullah saw mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata :”Atas dasar apa kamu mahu membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang kau lihat)? Mandilah untuknya.Maka Amir mandi dengan menggunakan satu bekas air, dia mencuci wajahnya,dua tangan,kedua siku,kedua lutut,ujung-ujung kakinya,dan bagian dalam sarungnya. Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan kepada Sahl, lantas dia sadar dan berlalulah bersama manusia.
(HR Malik dalam Al-Muwaththo 2/938, Ibnu Majah 3509, disohehkan oleh Ibnu Hibban 1424. Sanadnya soheh,para perawinya terpercaya,lihad Zadul Ma’ad tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Abdul Qadir al-Arnauth 4/150 cetakan tahun 1424 H)

Hadith ini menjelaskan penyakit ‘ain dan juga kaedah rawatannya. Jika diketahui pemilik pandangan yang menyebabkan penyakit itu, maka diminta sipenyebab mengambil wuduk. Air wuduk tadi dijadikan mandian kepada orang yang terkena ‘ain.

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan bahwa penyakit ‘ain ada dua jenis :’ain insi (‘ain berunsur manusia) dan ‘ain jinni (‘ain berunsur jin).

Diriwayatkan dengan shahih dari Ummu Salamah bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam pernah melihat seorang budak wanita di rumahnya yang wajahnya terlihat kusam. Beliau berkata,”Ruqyah wanita ini, ia terkena ‘ain.
(Dikeluarkan oleh Al-Bukhori dan Muslim,Al-Hakim,Abu Nu’aim dan Al-Isma’ili dalam Mustakhroj-nya serta Ath-Thobroni)

Al-Husain bin Mas’ud Al-Farro berkata :Adapun sabda beliau “sa’fatun(kusam) bermakna “Nadzrotun” (terkena ‘ain dari unsur jin).


Bersambung insha Allah


Khamis, 2 Januari 2014

Contoh Ke Dua Ruqyah Nabi Saw

Abdul Rahman telah meriwayatkan sebuah hadith dari ayahnya iaitu Abu Laila sebagai berkata:

“Ketika aku sedang duduk bersama Nabi saw, tiba-tiba datang seorang lelaki baduwi,lalu berkata:
‘Aku mempunyai seorang saudara(adik beradik) yang sekarang ini sedang mengidap penyakit’.
‘Apa penyakit yang dihadapinya?’,Tanya Rasulullah saw.
‘Dia terkena penyakit sasau’.
‘Bawa dia kemari’.ujar Rasulullah saw.

Setelah mangsa itu dibawa dan didudukkan dihadapan baginda saw., aku mendengar baginda menjampinya(ruqyah) dengan membaca surah:
   . Al-Fatihah
   . Empat ayat dari awal surah al Baqarah
   . Al Baqarah ayat 163&164
   . Ayat Kursiy
   . Tiga ayat terakhir surah al-Baqarah
   . Al-Imran ayat 18
   . Al-A’araf ayat 54
   . Al-Mukminun ayat 117
   . Surah Jin ayat 3
   . As-Soffaat ayat 1 hingga 10
   . Tiga ayat terakhir  surah al-Hasyar
   . Surah Al-Ikhlas
   . Surah al-Falaq
   . Surah An-Naas

                                                                                    Hadith Riwayat Ibnu Majah.

Rabu, 1 Januari 2014

Kategori Gangguan Makluk Halus



Penyakit itu banyak puncanya, bagi saya jika punca penyakit itu bersumber dari gangguan makhluk halus dan penyakit ‘ain maka tiada istilah alternatif bagi merawatnya. Maksud saya hanya kaedah yang diajarkan Rasullah SAW sahaja jalan yang terbaik dan paling selamat .

Melalui penelitian saya gangguan makhluk halus boleh dipecahkan kepada enam kumpulan:

1.Gangguan Sihir yang dihantar.
2.Gangguan Sihir Saka(berpunca dari amalan salah diri sendiri mahupun keluarga).
3.Gangguan Jin berpunca dari kemarahan Jin berkenaan kpd pesakit.
4.Gangguan Jin berpunca dari ke’cintaan’ Jin berkenaan kpd pesakit.
5.Gangguan Jin selain dari empat sebab di atas(keluar masuk tanpa sebab tertentu)
6.Penyakit berkaitan pandangan mata(penyakit ‘ain) . Samada ‘ain manusia ataupun ‘ain Jin.

Kategori 1 hingga 5 biasanya mempunyai ‘khadam’ dan ‘barangan sihir’. Manakala kategori 6 adalah berkaitan dengan roh. Sesetengah pesakit mempunyai kesemua semua set di atas dan sesetengahnya kombinasi tertentu.Namun kadang kadang hanya satu punca sahaja.

Rawatan Ruqyah dan doa itu asasnya sama cuma teknik dan cabangnya pelbagai. Spt bidang yg lain,bidang ini juga punya khilafnya. Saya kongsikan sebuah video ruqyah secara beramai-ramai.

Lautan ilmu ini begitu luas. Kita dianugrahkan satu ilmu bagi menjawab satu 'persoalan',namun datangnya satu ilmu itu mungkin bersamanya 10 persoalan yang lain pula. Ya Allah, daku ini amat fakir di hadapanMU,tuhan yang maha kaya lagi maha terpuji.

http://www.youtube.com/watch?v=bFAsMhZf1A0