Dikongsikan kisah
benar dari Negara jiran. Seperti yang ditulis oleh sebuah pusat rawatan ruqyah
Syar’iyah. Diantara pengajar yang boleh di ambil :
a)
Sedikit
sebanyak memahami bagaimana sihir saka boleh terjadi. Diantara makna sihir itu
adalah mendekatkan diri kepada syaitan.
b)
Sihir
sememangnya tidak memberi manafaat bahkan memudaratkan manusia dunia dan
akhirat.
c)
Amalan
yang tidak mengikut sunnah nabi saw hanyalah mengundang bencana dunia dan
akhirat.
d)
Al-Quran
menjadi syifa kepada permasalah sihir saka.
Dukun Generasi Kelima Pengikut Nyi Roro Kidul
"MONA (bukan nama sebenarnya), kamu berbakat jadi dukun
hebat," kata kakek suatu sore. Kata bernada pujian itu terlontar dari
bibir kakek setelah sekian bulan. la memantau
perkembangan murid-muridnya. Murid yang istimewa, karena
semuanya memiliki pertalian darah. Generasi saya adalah generasi kelima
dari keluarga yang secara turun ternurun terkenal sebagai dukun
kesohor di Jawa Tengah. Pendadaran yang langsung dibawah kendali kakek
memang dimaksudkan untuk mencari penerus dari ilmu leluhur kami. Para
dukun yang telahsekian puluh tahun malang melintang di dunia perdukunan.
Dari kawah candradimuka ini akan terlihat siapa yang layak menjadi
pewaris ilmu leluhur keluarga kami.
Mulanya, saya tidak tertarik menjadi seorang dukun. Saya
hanya mengikuti sebuah tradisi dalam keluarga yang harus menjalani latihan
tahap pertama ini. Dan saya dinyatakan sebagai yang terbaik. Melebihi bakat
yang dimiliki sepupu saya yang nampak ngotot ingin menjadi
dukun.
Ukuran keberhasilannya sebenarnya mudah, hanya dengan
melihat pengaruh dari tahapan puasa yang kami jalani. Seberapa lama
seseorang dapat merasakan kehadiran jin tanpa ada rasa takut. Semakin cepat,
katanya, bakat yang dimilikinya semakin besar.Umur saya masih belasantahun
ketika pertama kati disuruh berpuasa tiga hari. Rabu Pon, Kamis Wage
dan Jum'at Kliwon, itulah hari-hari yang biasanya dipilih.
Namun, puasa yang saya jalani berbeda dengan puasa dalam
ajaran Islam. Waktu itu, saya disuruh mengawali puasa pada
hari Selasa siang. Tepatnya jam tiga sore. Bukan Shubuh seperti lazimnya
puasa dalam Islam. Satu jam sebelumnya sayaharus mengikuti ritual mandi kembang.
Saya berpuasa tanpa makan dan minum. Adzan Maghrib
berlalu tanpa seteguk air membasahi kerongkongan. Saya hanya
diperbolehkan makan nasi satu kepalan tangan dan air putih bila
sudah sangat lapar. Itu pun hanya dibolehkan makan sekali.
Bila tidak mampu, otomatis sayadinyatakan telah gagal
dalam pendadaran ini.
Jam dua belas malam, saya disuruh keluar rumah lalu
menjejakkan kaki ke bumi tiga kali, sambil merapal mantra berbahasa Iblis
yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia bermakna,"Atas kekuatan
udara, langit, bumi dan laut. Aku mengundang semua
kekuatan itu atas penciptaan Tuhan. Atas nama
besar Muhammad dengan dukungan Iblis ajmaun."
Saya yang belum mengerti apa-apa, hanya menuruti kata-kata
kakek. Selanjutnya, saya disuruh mandi dari tujuh mata air yang berbeda.
Mata air yang harus jatuh dari gunung. Sebuah persyaratan yang
sulit terwujud bila tidak dipersiapkan jauh-jauh hari. Namun, semua
persyaratan itu telah dipersiapkan kakek. Saya tinggal menjalani ritual semata.
Hari ketiga, saya disuruh kakek masuk ke dalam
kamar. Duduk bersila dan mematikan lampu. Hanya lilin
yang dinyalakan. Dalam temaram lampu lilin, saya
diperintahkan menanggalkan semua busana. Selanjutnya tinggal menunggu apa
yang akan terjadi.
Kata kakek, nanti ada yang datang dan biasanya
menepuk punggung sebelah kanan. Awalnya saya
merinding memikirkan apa yang akan terjadi. Namun saya
berusaha menepisnya dan menenangkan diri. Tepat jam dua belas malam
lebih sepuluh menit saya merasakan tepukan dipundak sebelah kanan.
Saya langsung kedinginan. Dengan sekuat tenaga
saya berusaha untuk tidak berteriak. Saya diam. Menunggu apa yang akan
terjadi. Ternyata hembusan angin mematikan lilin. Padahal saya
berada dalam kamar yang tertutup yang seharusnya tidak mengizinkan
angin masuk. Padamnya lilin merupakan pertanda buruk bagi saya.
Kakek menyatakan tirakat saya gagal dan harus
diulangi lagi. Saya kembali menjalani ritual sejak awal di
bulan berikutnya. Kali ini, kakek berpesan agar saya
tidak membaca basmalah. Karena jinakan pergi lagi bila
saya membaca basmalah. Puasa yang kedua ini, kakek
benar-benar mengawasi saya, hingga ia pun puas. Saya dinyatakan
lulus. Berikutnya saya disuruh melanjutkan puasa tujuh hari.
Namun, terlebih dahulu saya harus mencari hari yang tepat. RabuPon,
Kamis Wage dan Jum'at Kliwon, seperti biasa
menjadi pilihan. Dalam tahapan ini saya dinyatakan lulus,
hingga langsung naik ke tangga berikutnya. Saya puasa dua belas hari, dua
puluh satu hari dan empat puluh hari.
Setelah puasa empat puluh hari, saya disuruh kakek
mandi di laut dengan membawa sisir,potongan rambut, potongan kuku dan
celana dalam. Semua benda itu kemudian dibungkusdengan besek (sejenis
tumbu terbuat dari anyaman bambu) dan ditinggal di laut. Setelah
mandi saya langsung pulang. Karena kelelahan, sesampai di rumah saya
tertidur. Saat itulah saya mendengar seseorang
membangunkan saya. "Nduk, bangun," katanya.
Saya terjaga. Saya tidak tahu apakah saya bermimpi atau tidak. Di
depan saya telah berdiri seorang wanita berkebaya."Lungguh neng
kene, Nduk (duduk di sini, nak)!" katanya. Saya turuti
perintahnya. Tak lamakemudian, datanglah seorang kakek-kakek. Badannya
kurus dengan balutan kain putih dikepalanya. la membawa sebilah
keris. "Ini milikmu. Tolong dijaga!" katanya sambilmenyodorkan
sebilah keris kepada saya. Belum sempat saya menjawab, keris
itu langsung masuk ke dada saya. Saya benar-benar merasakan rasa
sakit ketika keris itu menembus dada.
Keesokan harinya, saya sakit demam. Badan dingin
menggigil. Setelah diserang panas dingin dua minggu lamanya, kakek
datang. "Bagaimana, sudah masuk apa belum?" tanyanya. Belum
sayajawab, kakek sudah mengejar dengan pertanyaan kedua. "Sudah
didatangi apa belum?" katanya.
Saya heran, siapa orang yang dimaksudkan
kakek. Pertanyaan kakek itu masih belum dapat saya jawab. Hanya diam
jawaban saya. Saya tidak menghubungkan pertanyaan kakek denganperistiwa dua
minggu yang lalu. Pembicaraan pun beralih ke sakit
saya. "Tidak apa-apa, nanti juga sembuh" kata kakek,
setelah memegang kening saya. la kemudian mengunyah jahe lalumenaruhnya di
ubun-ubun saya. Aneh, perlahan rasa sakit itu hilang, hanya
dengan kompres jahe yang dikunyah kakek.
Sejak itu, saya merasakan lidah saya menjadi tajam. Umpatan
dan ancaman seringkali menjadi nyata. Orang pertama yang
menjadi korban masih teman sekelas. Namanya Veti. la selalumenghina saya
di depan umum. "Ngapain ke sini, kamu kan bau. Bau
amis," kata Veti sinis.
Saya tidak terima dipermalukan sedemikian rupa. Dengan
reflek, saya menjejakkan kaki kiri ke tanah tiga kali dan merapal
mantra, "Demi angin, ...... saya berpegang padamu
atas keputusan Tuhan." Selanjutnya saya menyebut nama
Veti seraya mengancam. "Celaka kamu, kalau kamu memang tidak mau
minta maaf sama saya." ketika pulang dari sekolah, Veti tertabrak
mobil. la mengalami luka parah. Kakinya patah.
Waktu itu, saya belum berpikir macam-macam
bahwa kecelakaan itu karena ucapan saya. Tapi peristiwa
demi peristiwa yang terjadi kemudian membawa saya pada
kesimpulan bahwa sayatidak boleh berbicara sembarangan.
RAMALAN PERTAMA YANG MENGGUNCANG KELUARGA
Saat SMA itu, saya sudah mulai meramal. Yang pertama
menjadi korban masih sepupu saya. Retno, begitu ia biasa dipanggil.
Retno yang telah berpacaran 8 tahun tidak lama lagi menikah. Hari H
sudah ditentukan. Undangan juga sudah tersebar. Hari bersejarah dalam
hidupnya, tinggal menghitung hari.
Sehari sebelum hari H, saya bermain ke rumah
Retno. Dari raut wajahnya saya meramalkan bahwa pernikahannya akan
gagal. "Ngapain kamu repot-repot seperti ini. Dia bukan
jodohmu," kata saya tanpa merasa bersalah. Terang saja Retno
blingsatan. la marah. "Kenapa kamu ngomong begitu, tidak
sopan," katanya.
"Lihat saja. Siapa jodoh kamu. Jodoh kamu
itu orangnya dari timur. Kulitnya putih dan rambutnya
keriting, ketemunya kamu nanti di kereta," jawab saya
dengan ringan. Retno terpana. la masih tidak percaya dengan ramalan
saya. la bertanya dengan sedikit ragu, "Mengapa kamu bisa tahu
kalau saya tidak berjodoh sama dia?"
"Karena di muka kamu terlihat bukan dia
suami kamu. Aura kamu tidak nyambung. Kalau kamu tetap nekat
sama dia, kamu akan susah. Kamu akan sengsara," kata saya panjang
lebar.
Tak lama setelah kepergian saya, terdengar berita
buruk. Retno gagal melangsungkanpernikahan esok harinya. Keluarga besar
terpengaruh dengan ramalan saya dan memutuskan untuk membatalkan pernikahan.
la syok. Keluarga pun tertimpa aib. Ujung-ujungnya saya disalahkan
karena ramalan itu. Enam bulan lamanya ia baru dapat melupakan
kenangan pahit itu. Ketika Retno berangkat ke Yogya,
ia menceritakan mimpinya. la tidak lagi mempermasalahkan ramalan
saya yang menggagalkan pernikahannya dulu. "Mon, saya mimpi
dikelilingi api," katanya. "Berangkat sekarang. Besok kamu bertemu
dengan jodohmu," jawab saya meyakinkan. Retno pun berangkat
ke Yogya. Dan begitu pulang, dia langsungmemperkenalkan seorang pria yang
kelak menjadi suaminya.
Selain itu saya mulai menerima pasien.
Pasien pertama saya adalah seorang penderita hilang ingatan asal Semarang,
Jawa Tengah. Namanya Elsa. Saya pegang ubun-ubunnya, lalu saya tiup
sebentar. la memang gila, gumam saya. Setelah saya putuskan
untuk mengobatinya, saya berpuasa tiga hari. Kemudian saya membawanya
ke laut. Di sana, saya duduk di pantai layaknyaorang yang bersemedi. 'Atas kekuasaan
Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan langit, bumi dan segala
isinya, saya memanggil penguasa laut kidul. Saya
minta pertolongannya dan meminta petunjuk atas kebenaran yang tidak
saya ketahui." Mantra pemanggil Nyi Roro Kidul pun saya
rapal. Air laut yang ada di depan saya bereaksi. Air laut itu langsung
mendekat. laseakan bernyawa. Keluarga Elsa ketakutan melihat apa yang
terjadi. "Panggil saja lautnya dengan ikhlas," seru saya
kepada orangtua Elsa. Mereka pun menuruti permintaan saya. Mereka
memanggil air laut. Air laut kembali mendekat. la seakan menelan
kami. Ia seperti menyambut kedatangan kami. Bila sudah demikian, saya tahu
bahwa pasukan Nyi Roro Kidul sudah datang.
Sebelum memandikan Elsa, terlebih dahulu saya memotong
kuku, rambut dan pakaian dalamnya. Saya minta orangtuanya
menyebutkan nama kecilnya serta nama ibunya. Setelah itu
potongan kuku, rambut dan pakaian dalam itu saya cuci sampai bersih
lalu saya buang ke laut.Selang beberapa minggu kemudian, orangtua
Elsa menghubungi saya dan mengatakan bahwa Elsa telah sembuh. Hanya
saja setiap menjelang bulan Syura, dia harus ke laut.
Semakin hari, pasien saya semakin banyak.
Jumlahnya mencapai ratusan atau bahkan ribuan. Karena kakek dan
paman, juga sering melimpahkan pasiennya kepada saya. Mereka menganut
aliran kejawen yang berkiblat ke Nyi Roro Kidul. Karena itu bila
mendapat masalah yang pelik, mereka selalu datang ke laut dengan membawa
sesembahan berupa bedak, sisir, kemben hijau, selendang hijau, kebaya,
jarik parang, bunga mawar dan bunga melati. Sesajen itu biasanya dibawa
pada hari Selasa kliwon atau Jum'at Kliwon.
Beragam alasan pasien yang datang kepada saya. Ada
yang minta penglaris, dimenangkan dalam perjudian, maupun pelet.
Seperti yang dialami seorang teman karib saya, Desi namanya. la
diinjak-injak pacarnya sendiri. Sebagai sesama wanita saya tidak
rela teman saya diperlakukan demikian. Desi pun minta tolong saya
agar pacarnya tidak memutuskannya. "Mon, tolong saya!"
pintanya memelas.
"Coba cari daun teratai tiga lembar. Cari yang
arahnya saling bertemu dengan ruas yang sama," kata
saya menjawab permintaan Desi. Desi benar-benar mencari daun teratai itu.
"Kamu haruspuasa sehari semalam. Tanpa makan, minum dan tidur. Jam
dua belas malam, ambil air wudhu dan duduklah menghadap kiblat dengan
kaki bersila. Lalu tumpuk daun teratai itu menjadi satu.
Sebut namanya disertai dengan membaca mantra lalu satukan daun-daun itu.
Bayangkanpacarmu lalu usapkan ke kening. Setelah itu jadikan daun teratai
itu sebagai bantalan tidur. Keesokan harinya pacarmu akan datang dengan
muka yang aneh. Pandangannya kosong denganraut muka merah
jambu." Saya jelaskan kepada Desi cara mendapatkan pacarnya
melalui ilmu pelet. Desi akhirnya bersatu kembali dengan
pacarnya. Hanya saja cintanya kini sudah melebihi batas. Dia tidak
bisa berpisah dengan Desi. Kemana-mana selalu ingin bergandengan tangan.Cintanya
sudah tidak wajar. Karena itu dua tahun kemudian Desi menemui saya
lagi. la meminta agar peletnya dilepas. "Kasihan, ia bukan
lagi yang saya kenal dulu," ujar Desi. "Bakar saja fotonya
dan kemenyan bersamaan. Niatkan bahwa kamu ingin melupakannya." Itulah
solusiyang saya berikan kepada Desi. Dengan itu, mereka tidak lagi
mesra seperti yang dulu. Mereka pun akhirnya berpisah dan tidak
melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan.
LARUNG SESAJEN Dl PANTAI SELATAN.
Tahun 2003, saya ikut kakek melakukan ritual ke laut
selatan di malam hari. Bertepatan dengan hari Selasa Kliwon. Dari
rumah kami berjalan kaki ke laut. Saya mengenakan kebaya
sambil membawa tumpeng lengkap dengan nasi kuning. Sementara
kakek membawaseperangkat sesajen berupa macam-macam pakaian, bedak,
kapur sirih, tembakau, mas-masan dan kain hijau. Kami menuju laut.
Sebelum masuk pintu gerbang, saya duduk dalam posisi menyembah dengan
dipimpin kakek. Kemudian kami berjalan beberapa langkah, lalududuk menyembah
kembali. Setelah melewati laut, saya mencium bau yang sangat harum.
"Hmm.... Bau harum melati," gumam saya sambil menghirupnya
dalam-dalam.
Semua barang bawaan dilarung ke laut.
Selang beberapa menit kemudian, ombak datang menggulung sesajen.
Kakek ceria. Wajahnya berbinar-binar. la merasa sesajennya diterima
Nyi Roro Kidul. Lalu kami pun pulang dengan mengambil jalan berbeda. Tapi
anehnya, bau harum itu ikut pulang bersama kami. Bau harum melati itu
terus membuntuti sampai dalam rumah. Ketika saya tanya, kakek hanya
men-jawab singkat. "Nyi Roro ikut."
Sejak itu, saya mulai sering bermimpi yang
aneh-aneh. Saya diajak jalan-jalan ke lautselatan. Melewati
pintu gerbang dan batu pualam yang tinggi. Dalam mimpi itu, saya
disambut prajurit berpakaian ala kraton. la bersenjatakan tombak.
Prajurit itumempersilakan saya masuk dan menyuruh saya tanda tangan. Tapi saya
tidak mau, meski saya lihat banyak juga yang membubuhkan
tanda tangan. "Saya hanya ingin lihat-lihat," elak saya.
"Ya sudah kamu masuk, memang kamu orang sini,"
jawabnya mempersilakan saya masuk. Saya melihat istana yang indah. Dengan
lalu lalang orang yang tiada henti. Di sebuah ruangan terlihat
emas permata yang melimpah. Puluhan orang datang mengambil
permata-permata itu silih berganti. Di sudut lain, saya melihat laki-laki yang dikelilingi
perempuan yang cantik-cantik. Orang itu lagi ngapain? tanya saya, tapi
tidak adayang menjawab. Saya terus melangkah. Di sebuah tempat
saya melihat orang-orang yang mengambil buah yang berisi permata. "Mereka
lagi ngapain?" tanya saya kepada penjaga. "Mereka itu minta.
Kamu nggak ikut minta?" tanya balik seorang penjaga. Saya
menggelengkan kepala. Saya tidak tertarik untuk membawanya,
justru saya ingin segera pulang.
Ketika pulang, saya merasa seperti terdampar di
sebuah kilang minyak. Saya pun terbangun keheranan. Yang lebih
mengejutkan, tempat tidur saya penuh dengan pasir. Mulanya, saya
berpikir mungkin tadi belum saya bersihkan. Tapi keesokan malamnya,
saya kembalibermimpi. Saya dijemput sebuah kereta kuda.
"Ayo nduk pulang. Wong rumahmu di sana," ajak
seorang perempuan berkebaya. Dalam mimpi itu saya kembali ikut ke
laut pantai selatan. Tentu dengan pengalaman yang berbeda dan satu
hasil. Kamar saya bertaburan pasir kembali.
KUNJUNGAN KE 'ISTANA NYI RORO KIDUL'
Akhir Desember 2003, saya membaca Majalah Ghoib edisi
9. Dalam sebuah rubriknya dikisahkan seorang anak yang bertingkah
aneh karena bisa melihat jin. Saya merasakan kisah anak ituseperti
perjalanan hidup saya. Bahkan lebih mengerikan. Dari sana, saya mulai
berpikir bahwa ada yang salah dalam diri saya. Ada masalah yang harus
segera diselesaikan.
Ketika saya bertemu dengan kakek, saya pertanya-kan apa
yang selama ini men-jadi beban pikiran saya. "Kek, benarkah dalam
diri saya ada jinnya?" tanya saya sambil menyodorkanMajalah Ghoib. Kakek
terpana. la tidak menduga mendapat pertanyaan itu. "Tidak, kamu itu
turunan," jawab kakek dengan suara bergetar. Kakek mem-baca
sepintas Majalah Ghoib lalu merobek-robeknya. Kakek
bercerita, saya adalah keturunan kelima yang diharapkan dapat mewarisi
semua ilmu leluhur.
Ruang diskusi dalam hati saya belum tertutup,
meski Majalah Ghoib telah dirobek-robek kakek. Saya
kembali menelusuri perjalanan masa lalu. Perubahan sikap dan perilaku
yang telah saya alami. Saya terkesima. Saya telah banyak berubah. Sejak
tahun 2003, saya sudah tidak lagimenjalankan puasa Ramadhan. Jin yang
merasuk ke dalam diri saya tidak mengizinkannya.Tenggorokan saya
tercekik, bila saya niatkan puasa Ramadhan atau puasa
sunah lainnya. Satu hal yang sangat berbeda bila saya puasa mutih atau
ngrowot. Semuanya berjalan dengan lancar. Saya juga tidak lagi bisa
shalat. jin-jin itu yang menghalangi saya.
Selain itu, ibu dan kerabat dekat saya mengatakan
saya telah banyak berubah. Katanya saya jahat sekali.
Saya menjadi licik dan omongan saya kotor. Saya bersedih. Linangan air
matapun tidak lagi tertahankan. Saya menangis dalam kesendirian. Akhirnya
saya memutuskan untuk mengikuti ruqyah. Awal 2004, saya berniat
mengikuti ruqyah, namun tidak pernah kesampaian. Ada saja
hambatan. Bahkan bisikan dalam diri saya melarang dengan keras. Baru di
akhir tahun 2004, tepat setahun setelah berkenalan dengan Majalah
Ghoib saya mengikuti ruqyah massal. Waktu itu di sebuah kota
di Jawa Tengah diadakan seminar dan ruqyah masal. Saya datang,
karena saya sudah bertekad untuk keluar dari jalur perdukunan. Meski
untuk itu saya harus melawan orangtua dan kakek yang mengharapkan
saya mewarisi ilmu keluarga.
Meski untuk itu saya harus kehilangan harta yang melimpah.
Dan saya harus memulai lagi dari nol. Bayangkan saya biasa
mendapatkan uang empat ratusan ribu bahkan lebih untuk sekali
terapi. Sebuah penghasilan yang sangat menggiurkan memang. Saat
ruqyah masal itu, di dada saya ditaruh sebuah mushaf al-Qur'an.
Anehnya, tubuh saya bergejolak. Aliran darah seakan terhenti.
Tidak ada yang mengalir ke seluruh tubuh, hingga saya merasa sekujur tubuh
saya kesemutan.
Tanpa sadar, saya berontak. Saya memukul ustadz
yang menerapi. Bahkan al-Qur'an yang suci itu saya ludahi. Saya
semakin kaget. Karena saya bisa melihat apa yang saya lakukan. Tapi
saya tidak kuasa menahannya. Saya berteriak dan tertawa terbahak-bahak.
Setelah ruqyah itu saya demam selama seminggu. Satu hal
yang tidak pernah terjadi sejak dikompres jahe oleh kakek, dulu. Saya
berubah menjadi seorang penakut. Saya merasa ada serombongan orang yang
memanggil-manggil. Mereka menyuruh saya kembali. Kemana-manasaya selalu
dicekam ketakutan. Meski demikian, saya beruntung. Karena sejak
ruqyah pertama, saya mulai bisa menjalankan shalat. Meski awalnya
berat, seperti ada yang membebani di punggung. Tapi setelah terus dilawan,
akhirnya beban itu hilang dengan sendirinya. Hanya saja, setelah
ruqyah pertama kemampuan saya semakin tajam. Pasien yang meminta
jasapun semakin banyak. Pasien-pasien lama banyak yang kembali datang.
Sebuah pertentangan batin yang berat memang. Di satu sisi, kehadiran
mereka mendatangkan keuntungan materi dan kehormatan. Namun pada
sisi lain, saya telah menyatakan mundur dari dunia perdukunan.
Sebuah masa transisi yang sangat menyesakkan dada.
Namun keputusan sudah diambil. Saya tidak mau surut ke
belakang. Apapun resikonya. Akhirnya dengan bahasa yang halus,
saya menolak permintaan mereka. Saya mulai menyarankan mereka
untuk menempuh cara yang tidak menyimpang dari agama.
"Berdoalah kepada Allah dan lakukan shalat hajat," solusi
seperti inilah yang pada akhirnya saya berikan kepada mereka.
Beberapa minggu setelah terapi pertama, saya ikut
terapi ruqyah secara berkelanjutan. Saat itulah saya
merasakan tubuh saya memanjang. Saya hanya merasakan seperti melihat ular.
Tanpa sadar, saya mendatangi ustadz. "Siapa kamu. Mengapa
kamu membunuh anak buah saya?Percuma kamu membaca bacaan-bacaan itu
karena tidak akan berpengaruh kepada saya. Saya tidak
mempan oleh bacaan-bacaan itu," begitulah celotehan saya seperti dikisahkan
seorang teman.
"Saya membunuh anak buahmu karena mereka masuk ke
tubuh Nona dan mengganggunya," jawab ustadz. "lya, karena
anak ini yang meminta. Dia meminta kepada saya dan saya
hanyamengirimkan yang dia minta," jawab balik saya. Jin yang merasuk
ke dalam tubuh saya itu membandel. Dia masih belum mau keluar.
"Jangan salahkan saya karena perempuan ini
yang datang ke saya," ujar jin melalui bibir saya.
"Perempuan ini sudah bertobat," ujar ustadz.
"Tapi perempuan ini sudah memberikan perjanjian kalau dia akan
memberikan semuanya kepada saya dan mengembalikan semuanyakepada
saya," jin yang merasuki tubuh saya tidak mau mengalah. Dia
terus mengoceh. Ketika ditawarkan untuk masuk Islam, jin itu tidak tahu.
"Saya tidak tahu sama sekali apa itu Islam.Siapa itu Muhammad.
Itu zaman kapan? Karena saya tidak hidup pada zaman itu. saya
tidak mau bersyahadat, karena saya tidak mengenal Muhammad dan Islam," jin
itu tetap membandel.
"Keluar dari sini," bentak ustadz. "Ya,
saya akan keluar karena saya masuk dengan kemauan sendiri, maka saya bisa
keluar dengan kemauan sendiri." Setelah mengucapkan kalimat itu, jin
itu keluar saya pun tersadar. Jin yang merasuk ke dalam tubuh saya
memang belum keluar semua. Tapi saya tidak berputus asa. Sudah
belasan tahun mereka bertahan dalam tubuh saya, tentu mereka juga tidak
mau keluar dengan mudah. Satu hal yang ingin saya pegang teguh, bahwa
saya akan terus menempuh jalur ruqyah untuk membersihkan diri. Semoga
Allah mengam-puni dosa-dosa saya. yang telah banyak menyesatkan orang
melalui ilmu perdukunan yang saya kuasai.