Di dalam dunia perubatan barat penyakit yang
berkaitan dengan pandangan mata 'Ain mungkin amat asing dan tidak dikenali.
Sesetengahnya tidak dapat membezakan antara sihir dengan 'Ain. Bila Nabi
saw membeitahu bahawa ramai manusia menemui maut berpunca dari ‘Ain maka
persoalan ini sebenarnya besar, namun ramai tidak memperdulikan nya.
Di dalam Fath al-Bari, Al-hafiz Ibn Hajar berkata : “Penyakit
‘ain adalah pandangan mata yang disertai pujian bersekali diiringi kedengkian
lantaran memiliki tabiat jahat dan mengakibatkan orang yang dilihat mengalami
kemudaratan.”
Penyakit
‘Ain berkemungkinan terjadi meskipun tanpa disengajakan oleh pelakunya
Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan
bahwa terkadang seseorang boleh mengarahkan ‘ain kepada dirinya sendiri.
Dalil-dalil Dari Hadith
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ
الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا
Dari Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda : “Penyakit
‘Ain itu benar-benar adanya, Jika seandainya ada sesuatu yang boleh
mendahului qodar/takdir ,tentulah ia adalah penyakit ‘ain.Jika kamu diminta
untuk mandi(untuk mengubat penyakit ‘ain) maka mandilah. (hadith
riwayat Muslim, hadith yang hampir sama juga di riwayatkan di dalam
Shahih al-Bukhari )
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ فَإِنَّ الْعَيْنَ
حَقٌّ
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,Rasululloh saw bersabda
:Mintalah kamu perlindungan kepada Allah dari penyakit ‘ain karena sesungguhnya
‘ain itu adalah benar (Hadith Riwayat Ibnu Majah)
Di dalam hadith yang lain Nabi
saw bersabda:
“ Kebanyakan umatku meninggal dunia yang sememangnya
merupakan qadak dan qadar Allah adalah disebabkan oleh penyakit ‘ain.”
(Hadith
ini disebut oleh al-Haitsami di dalam Majma’ al-Zawa’id 5/160 daripada Jabir
bin Abdullah(r.a) dan berkata:”Hadith ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dan
perawainya adalah perawi soheh selain Thabib bin Habib bin ‘Amar.Beliau adalah
seorang thiqah.” Hadith ini disohehkan oleh al-Hafiz Ibn Hajar)
Dari Amir bin
Robi’ah ra :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ
نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ
حَقٌّ
Rasullulloh saw bersabda : “Jika seorang dari kamu melihat sesuatu
yang menakjubkan dari saudaranya, pada dirinya atau pada hartanya, maka doakan
keberkahan padanya, karena sesungguhnya penyakit ‘ain itu adalah benar”. (HR Ahmad).
Dari Abi
Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain
adalah haq (benar)” [HR. Bukhari no. 5408 dan Muslim no. 2187].
Dari ‘Aisyah
radliyallaahu ‘anhaa bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Meminta perlindunganlah kepada Allah dari
Al-‘Ain, karena sesungguhnya Al-‘Ain itu haq (benar)”
[HR. Ibnu Majah
no. 3508; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 938].
Dari Ibni ‘Abbas
radliyallaahu ‘anhuma bahwa ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain itu haq
(benar) dan sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir, niscaya Al-‘Ain akan
mendahuluinya. Dan apabila engkau diminta mandi, hendaklah kalian mandi ”
[HR. Muslim no. 2188].
Dari Asmaa’
binti ‘Umais radliyallaahu ‘anhaa ia berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Bani Ja’far terkena Al-‘Ain, maka apakah boleh aku meruqyah mereka ?”. Maka
beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Ya, sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir, niscaya Al-‘Ain akan
mendahuluinya” [HR. Ahmad 6/438 no. 27510 dan Tirmidzi no. 2059; dihasankan
oleh Al-Arnauth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahihul-Jami’ no. 5286].
Dari Abi Dzarr
radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam : Sesungguhnya Al-‘Ain dapat
memperdaya seseorang dengan ijin Allah sehingga ia naik ke tempat yang tinggi
lalu jatuh darinya” [HR. Ahmad 5/146 no. 21340, 6/13 no. 5372, Al-Bazzar
9/386 no. 3972, dan Al-Haarits dalam Bughyatul-Bahits 2/603 no. 566;
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 1681].
Dari Ibnu ‘Abbas
radliyallaahu ‘anhuma dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain itu adalah haq yang dapat
menggelincirkan orang yang naik ke tempat tinggi” [HR. Ahmad no. 1/274 no.
2477, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 12662, dan Al-Hakim no. 7489;
dihasankan oleh Al-Arnauth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan Al-Albani
dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1250].
Dari Jabir
radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam : “Al-‘Ain adalah haq (benar), dapat memasukkan seseorang ke dalam
kuburan dan dapat memasukkan onta ke dalam kuali [3]” [HR. Ibnu ‘Adi 6/407
biografi no. 1890 dari Mu’awiyyah bin Hisyam Al-Qashshaar, Abu Nu’aim dalam
Al-Hilyah 7/90, Al-Khathiib 9/244, Al-Qadlaa’I 2/140 no. 1059; dihasankan oleh
Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 4144].
Dari Jabir
radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam : “Kebanyakan orang yang
meninggal dari umatku setelah qadla dan qadar Allah adalah karena Al-‘Ain”
[HR. Ath-Thayalisi hal. 242 no. 1760, Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir 4/360,
no. 3144, Al-Hakim 3/46 no. , Al-Bazzar dalam Kasyful-Istaar 3/403 no. 3052,
Ad-Dailami 1/364 no. 1467, dan Ibnu Abi ‘Ashim 1/136 no. 311; dihasankan oleh
Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 1206].
Dari ‘Aisyah
radliyallaahu ‘anhaa ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
pernah memerintahkan agar aku meruqyah seseorang karena terkena Al-‘Ain” [HR.
Bukhari no. 5406 dan Muslim no. 2195].
Dari Anas
radliyallaahu ia berkata : “Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah dalam ruqyah karena Al-‘Ain,
Al-Hummah], dan An-Namlah]” [HR. Muslim no. 2196].
Al-Humah adalah setiap sengatan
berbisa seperti sengatan ular, kalajengking, dan yang lainnya [An-Nihayah fii
Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir 5/120]
An-Namlah adalah nanah yang
keluar dari perut [idem].
Dari Ummi
Salamah radliyallaahu ‘anhaa :Bahwasannya
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat di dalam rumah seorang anak
perempuan yang di wajahnya terdapat Suf’ah . Maka beliau bersabda : “Padanya
ada pengaruh akibat pandangan (Al-‘Ain). Ruqyah-lah ia !”[Bukhari no. 5407
dan Muslim no. 2197].
Saf’ah adalah tanda dari
syaithan. Dikatakan pula bahwa ia adalah satu pukulan darinya, yaitu cekungan
hitam atau kuning di wajahnya [An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir
2/375]
Dari Jabir
radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam
memberikan rukhshah kepada keluarga Hazm dalam meruqyah (gigitan) ular. Maka
beliau bersabda kepada Asmaa’ binti ‘Umais : “Mengapa saya melihat badan
anak-anak keturunan keturunan anak-anak saudara saya kurus-kurus ? Apakah
karena kemiskinan ?”. Asma menjawab : “Tidak, akan tetapi Al-‘Ain cepat menimpa
mereka”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : “Ruqyahlah
mereka” [HR. Muslim no. 2198].
Dalil
Dali Al Quran
Lupa dan tidak bersyukur pada
Allah swt serta melihat kebun dengan takjub akan keindahannya menjadi asbab
kemusnahan kebun berkenaan
Surah Al Kahfi 39-40
39. Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan,
"Maasya Allah, laa quwwata illaa billaah” (Sungguh, atas kehendak Allah,
semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
Sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu
40. Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang
lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan petir dari langit ke
kebunmu; sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin.
surat Al-Kahfi ayat 39-40.
Imam Ibnu Katsir menafsirkan
ayat tersebut dengan mengatakan :”Ketika engkau masuk suatu kebun dan kau
merasa takjub akan keindahannya,mengapa engkau tidak memuji Allah atas nikmat
yang telah diberikan kepadamu seperti nikmat harta dan anak keturunan yang
tidak diberikan kepada selain engkau dan mengapa kamu tidak mengucapkan
masya’Allah la quwwata illa billah.Ayat 39 surah Al-Kahfi
sering saya gunakan di dalam ruqyah bagi penyakit ‘ain yang tidak diketahui
puncanya. Ditiup ke dalam air untuk tujuan minum dan mandi.
Surah Yusuf : 67 – 68
Dan Ya’qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu
(bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu
gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu
barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu)
hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya
saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri”. Dan tatkala mereka masuk
menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu)
tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya
suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia
mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya.Akan tetapi
kebanyakan manusia tiada mengetahui.
Ibnu Katsir berkata :
“Allah berfirman mengkhabarkan tentang Ya’qub ‘alahis-salaam
bahwasannya ia memerintah anak-anaknya ketika mempersiapkan mereka bersama
saudara mereka, Bunyamin, ke Mesir agar mereka tidak masuk semuanya dari satu
pintu, akan tetapi dari beberapa pintu yang berlainan. Sesungguhnya Ya’qub –
sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Muhammad bin Ka’b, Mujahid,
Adl-Dlahhak, Qatadah, As-Suddi, dan yang lainnya – mengkhawatirkan mereka dari
Al-‘Ain (pengaruh mata). Hal itu disebabkan karena anak-anak Ya’qub tersebut
tampan-tampan dan menawan. Maka Ya’qub mengkhawatirkan mereka akan pengaruh
‘Ain dari orang-orang yang memandang mereka, karena Al-‘Ain adalah haq (benar)
yang dapat mengakibatkan seorang penunggang kuda jatuh dari kudanya”.
Kemudian beliau melanjutkan :
“Dan firman-Nya : Namun demikian aku tiada dapat melepaskan
kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. ; yaitu kehati-hatian itu
tidak akan dapat menolak takdir Allah dan ketentuan-Nya, karena sesungguhnya
Allah jika telah menghendaki sesuatu maka tidak ada yang menghalangi.
Firman-Nya : {Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka,
maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari
takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah
ditetapkannya} ; mereka berkata : ‘Yaitu menghindari pengaruh Al’-‘Ain terhadap
mereka” [Tafsir Ibnu Katsir 2/485].
QS. Al-Qalam : 51
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir
menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran
dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”.
Ibnu Katsir berkata :
“Telah berkata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan yang lainnya :
{‘benar-benar hampir menggelincirkan kamu’} ; yaitu mempengaruhi kamu; {‘dengan
pandangan mereka’} ; yaitu memandangmu dengan mata-mata mereka yaitu
mendengkimu karena kebencian mereka kepadamu. Sekiranya tidak ada perlindungan
Allah kepadamu dari mereka.Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa terkena
Al-‘Ain dan pengaruhnya adalah haq (benar) dengan ijin Allah, sebagaimana
disebutkan dalam beberapa hadits yang diriwayatkan dari beberapa jalan yang
berbeda” [Tafsir Ibnu Katsir 4/410].
Dalil
Dari Hadith(Kisah Sahabat)
Namun terkadang pengaruh buruk
ain terjadi tanpa disengajakan dari orang yang memandang takjub terhadap
sesuatu yang dilihatnya.Lebih dari itu kesan buruk pandangan mata ini juga
boleh terjadi dari orang yang hatinya bersih atau orang-orang yang soleh
sekalipun mereka tidak bermaksud menimpakan ‘ain kepada apa yang dilihatnya.
Hal ini pernah terjadi kepada para sahabat Nabi saw, padahal hati mereka
terkenal bersih,tidak ada rasa irihati atau dengki terhadap sesamanya.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ
سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّهُ قَالَرَأَى عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ
يَغْتَسِلُ فَقَالَ مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلَا جِلْدَ مُخْبَأَةٍ فَلُبِطَ
سَهْلٌ فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامِرًا
فَتَغَيَّظَ عَلَيْهِ وَقَالَ عَلَامَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ أَلَّا
بَرَّكْتَ اغْتَسِلْ لَهُ فَغَسَلَ عَامِرٌ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ وَمِرْفَقَيْهِ
وَرُكْبَتَيْهِ وَأَطْرَافَ رِجْلَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ فِي قَدَحٍ ثُمَّ
صُبَّ عَلَيْهِ فَرَاحَ مَعَ النَّاسِ
Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dia berkata bahwa Amir bin
Robi’ah melihat Sahl bin Hunaif sedang mandi, lalu berkatalah Amir : ‘Aku tidak
pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit
yang secantik ini” Maka jatuh sakitlah Sahl. Kemudian Rasulullah saw
mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata :”Atas dasar apa kamu mahu
membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang
kau lihat)? Mandilah untuknya.Maka Amir mandi dengan menggunakan satu bekas
air, dia mencuci wajahnya,dua tangan,kedua siku,kedua lutut,ujung-ujung
kakinya,dan bagian dalam sarungnya. Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan
kepada Sahl, lantas dia sadar dan berlalulah bersama manusia.
(HR Malik dalam Al-Muwaththo 2/938, Ibnu Majah 3509, disohehkan
oleh Ibnu Hibban 1424. Sanadnya soheh,para perawinya terpercaya,lihad Zadul
Ma’ad tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Abdul Qadir al-Arnauth 4/150 cetakan tahun
1424 H)
Hadith ini menjelaskan penyakit
‘ain dan juga kaedah rawatannya.Jika diketahui pemilik pandangan yang
menyebabkan penyakit itu, maka diminta sipenyebab mengambil wuduk.Air wuduk
tadi dijadikan mandian kepada orang yang terkena ‘ain.
Abu Daud meriwayatkan dari
Aisyah -rodhiallaahu’anha-, ia mengatakan, “Orang yang menimpakan ‘ain diperintahkan
supaya berwudhu, kemudian orang yang tertimpa ‘ain mandi
darinya.” (HR. Abu Daud, no.3880, kitab ath-Thibb). Imam Ahmad,
Malik, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban; ia menshahihkannya, meriwayatkan dari Sahl
bin Hanif :
“Bahwa Rasulullah
-shallallaahu ’alaihi wasallam- keluar beserta orang-orang yang berjalan
bersamanya menuju Makkah, hingga ketika sampai di daerah Khazzar dari Juhfah,
Sahl bin Hanif mandi. Ia seorang yang berkulit putih serta elok tubuh dan
kulitnya. Lalu Amir bin Rabi`ah, saudara Bani Adi bin Ka`b melihatnya, dalam
keadaan sedang mandi, seraya mengatakan, ‘Aku belum pernah melihat seperti hari
ini kulit yang disembunyikan.’ Maka Sahl pingsan. Lalu ia dibawa kepada Nabi
-shallallaahu ’alaihi wasallam- lantas dikatakan kepada beliau, ‘Wahai
Rasulullah, mengapa Shal begini. Demi
Allah, ia tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula siuman.’ Beliau bertanya,
‘Apakah kalian mendakwa seseorang mengenainya?’ Mereka menjawab, ‘Amir bin
Rabi’ahtelah memandangnya.’ Maka beliau -shallallaahu ’alaihi
wasallam- memanggil Amir dan memarahinya, seraya bersabda, ‘Mengapa salah
seorang dari kalian membunuh saudaranya. Mengapa ketika kamu melihat sesuatu
yang mengagumkanmu, kamu tidak mendoakan keberkahan (untuknya)?’
Kemudian beliau bersabda kepadanya, ‘Mandilah untuknya.’ Lalu ia membasuh
wajahnya, kedua tangannya dan kedua sikunya, kedua lututnya dan ujung kedua
kakinya, dan bagian dalam sarungnya dalam suatu bejana. Kemudian air itu
diguyurkan di atasnya, yang diguyurkan oleh seseorang di atas kepalanya dan
punggungnya dari belakangnya. Ia meletakkan bejana di belakangnya. Setelah
melakukan demikian, Sahl bangkit bersama orang-orang tanpa merasakan sakit
lagi.” (HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam).
Pandangan Para Ulama
Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan
bahwa penyakit ‘ain ada dua jenis :’ain insi (‘ain berunsur manusia) dan ‘ain
jinni (‘ain berunsur jin).
Diriwayatkan dengan shahih dari Ummu Salamah bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam pernah
melihat seorang budak wanita di rumahnya yang wajahnya terlihat kusam. Beliau
berkata,”Ruqyah wanita ini, ia terkena ‘ain.
(Dikeluarkan oleh Al-Bukhori dan Muslim,Al-Hakim,Abu Nu’aim dan
Al-Isma’ili dalam Mustakhroj-nya serta Ath-Thobroni)
Al-Husain bin Mas’ud Al-Farro
berkata :Adapun sabda beliau “sa’fatun(kusam) bermakna “Nadzrotun” (terkena
‘ain dari unsur jin).
Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata :
“Perkataan Al-Bukhari : Al-‘Ain adalah haq (benar), yaitu
bahwa terkena Al-‘Ain adalah sesuatu yang tetap lagi ada atau ia merupakan
perkataan yang menyatakan kebenaran akan wujudnya. Telah berkata Al-Mazar :
Jumhur ulama telah mengambil dhahir hadits dan mengingkari golongan-golongan
ahlul-bid’ah (yang telah memalingkannya) dari makna sebenarnya. Karena segala
sesuatu tidaklah mustahil pada dirinya dan tidaklah pula mengherankan bagi hati
atas hakikatnya..” [Fathul-Bari 10/200 penjelasan atas Bab : Al-‘Ainu haqqun].
Ibnul-Atsir berkata :
“Dikatakan : Fulan terkena ‘Ain, yaitu apa bila musuh atau
orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga
menyebabkannya sakit” [An-Nihayah 3/332].
Ibnul-Jauzi berkata :
“Al-‘Ain adalah
pandangan yang disertai anggapan baik yang bercampur dengan kedengkian.Orang
yang memandang tersebut mempunyai tabi’at yang buruk – seperti halnya angin
panas (yang memberikan pengaruh pada apa yang dikenainya) – sehingga ia akan
memberikan bekas/pengaruh pada orang yang dipandangnya tersebut”
[Kasyful-Musykil min Hadiitsish-Shahihain no. 994].
Ibnul-Qayyim berkata :
“Sekelompok orang yang tidak banyak mendengar dan berfikir
menolak masalah (hakikat) Al-‘Ain mengatakan : “Itu hanyalah khayalan yang
tidak mempunyai hakikat”. Mereka ini termasuk orang yang paling bodoh karena
tidak banyak mendengar dan berfikir, termasuk orang-orang yang paling tebal
dinding penutupnya, paling keras tabiatnya, dan paling jauh pengetahuannya
tentang ruh dan jiwa. Padahal, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan, dan
pengaruh-pengaruh Al-‘Ain itu – demikian pula orang-orang yang berakal sehat di
kalangan umat dari berbagai aliran dan madzhab – tidak menolak dan tidak
mengingkari masalah Al-‘Ain ini, sekalipun mereka berselisih pendapat tentang
sebabnya dan bagaimana pengaruh Al-‘Ain itu” [Zaadul-Ma’ad 4/152].
Selanjutnya Ibnul-Qayyim melanjutkan :
“Tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan bermacam-macam
kekuatan dan tabiat pada jasad dan ruh.Banyak diantaranya yang dijadikan
memiliki kekhususan dan seluk-beluk pengaruhnya. Bagi orang yang berakal tidak
mungkin menolak pengaruh ruh dalam jasad, karena ia merupakan hal yang empirik.
Anda melihat bagaimana wajah menjadi merah padam apabila dipandang oleh orang
yang sangat disegani, atau menjadi pucat pasi bila dipandang oleh orang yang
ditakuti.Orang-orang pun menyaksikan adanya orang yang sakit dan lemah
kekuatannya disebabkan oleh pandangan mata.Ini semua terjadi dengan perantaraan
ruh.Dan, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan mata, maka orang yang
menisbatkan perbuatannya tersebut padanya (mata) padahal sesungguhnya tidaklah
demikian, tetapi hanyalah merupakan pengaruh ruh.Sedangkan ruh itu sendiri
bermacam-macam tabiat, kekuatan, seluk-beluk, dan kekhususan-kekhususannya. Ruh
orang yang mendengki akan menyakiti secara jelas orang yang didengki.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasul-Nya agar
berlindung kepada-Nya dari kejahatannya.Pengaruh orang yang mendengki dalam
menyakiti orang yang didengki merupakan perkara yang tidak dipungkiri kecuali
oleh orang yang telah keluar dari hakikat kemanusiaan (gila). Ia (kedengkian)
merupakan pangkal terjadinya apa yang disebut : Terkena Al-‘Ain. Karena jiwa
yang buruk dan mendengki akan menyesuaikan diri dengan cara yang buruk dan
melawan orang yang didengki kemudian mempengaruhinya dengan kekhususan
tersebut. Sesuatu yang paling mirip dengan hal ini adalah ular, karena racun
tersimpan di dalamnya dengan kuat; apabila ia menghadapi musuhnya maka akan
muncul darinya satu kekuatan amarah dan akan menyesuaikan dengan cara yang
buruk dan menyakitkan. Diantaranya ada yang sangat kuat cara penyesuaiannya
sehingga bisa berpengaruh menggugurkan janin (yang ada dalam kandungan). Ada
juga yang bisa menimbulkan kebutaan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam tentang ular bunting dan mempunyai dua garis putih di
punggungnya : “Keduanya bisa membutakan kedua mata dan menggugurkan kandungan”
Kadang-kadang pengaruh tersebut terjadi melalui kontak
(persentuhan), perlawanan, pandangan, mengerahkan ruh kepada orang yang akan
dipengaruhi, doa-doa, jampi-jampi, ta’awudz (doa meminta perlindungan), atau
dengan mengkhayalkan dan membayangkan. Pengaruh jiwa orang yang melakukan
Al-‘Ain itu tidak hanya tergantung pada pandangan, bahkan bisa jadi matanya
buta kemudian dijelaskan padanya sesuatu lalu jiwanya bisa mempengaruhinya
sekalipun tidak melihat.Banyak orang yang mempunyai Al-‘Ain dapat mempengaruhi
orang yang didengki hanya melalui penjelasan yang didengarnya tanpa melihatnya.
Dan sungguh Allah telah berfirman kepada Nabi-Nya : “Dan sesungguhnya
orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan
mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran” [QS. Al-Qalam : 51]. Dan Allah juga
berfirman : Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari
kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan
dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan
dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [QS. Al-Falaq : 1-5]. Maka setiap
pelaku ‘Ain adalah pendengki, namun tidaklah setiap pendengki itu adalah pelaku
‘Ain.Seorang pendengki lebih umum daripada seorang pelaku ‘Ain, sehingga
isti’adzah terhadap orang yang dengki (dalam ayat) sudah mencakup isti’adzah
dari para pelaku ‘Ain.Ia adalah “anak panah” yang keluar dari jiwa seorang
pendengki dan pelaku ‘Ain kepada orang yang didengki, yang kadang-kadang
menimpanya tapi juga kadang-kadang tidak mengenainya. Jika kebetulan orang yang
didengki itu “telanjang” tidak ada “perlindungan” sama sekali, maka pasti akan
mempengaruhinya. Jika orang yang didengki itu dalam keadaan “siap membawa
senjata”, maka tidak akan mampu menembusnya. Bahkan mungkin anak panah itu akan
kembali pada orang yang meluncurkannya” [idem 4/153-154].
Beliau meneruskan :
“Asal terjadinya Al-‘Ain ini adalah dari kekaguman orang
yang melakukan ‘Ain itu terhadap sesuatu, kemudian diikuti oleh penyesuaian
jiwanya yang buruk lalu melancarkan racunnya menggunakan ‘Ain kepada orang yang
didengki.Seseorang bisa jadi melakukan ‘Ain terhadap dirinya dan kadang-kadang
pengaruh buruk dari pandangan matanya itu mengenai (seseorang) tanpa
kehendaknya” [idem, 4/154].
PENCEGAHAN DAN RAWATAN
Walaupun di dalam perbahasan dalil-dalil di atas ada disebutkan
pencegahan dan rawatan penyakit ‘ain namun saya cuba gariskan semula seperti di
bawah.
Dari nas-nas di atas kita
dapati kes ‘ain itu boleh mengenai tubuh badan pesakit juga hartanya. Kesan-kesan penyakit ‘Ain:
a)
Pesakit yang terkenai ‘ain
boleh jadi terus tidak sedarkan diri(Kisah Sahl RA)
b)
Jatuh dari tempat tinggi(HR. Ahmad no. 1/274 no.
2477, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 12662, dan Al-Hakim no. 7489)
c)
Kemusnahan
kebun seperti kisah pemilik kebun di dalam surat Al-Kahfi(tafsir Ibnu Kathir)
Atau secara ringkasnya ‘ain boleh
mendatangkan mudarat kepada tubuh badan dan harta benda dengan perbagai bentuk
penyakit dan kemusnahan.
Kita sering memuji anak-anak yang comel sambil mencubit pipi lembutnya.“Comelnya dia”.Ditakuti tanpa disedari kita telah memudaratkan anak berkenaan dengan masalah ‘ain dengan izin Allah swt. Begitulah juga apabila kita melihat kereta atau rumah atau harta yang menimbulkan ketajuban samada milik sendiri atau milik orang lain. Jadi apa harus kita lakukan?.
Seperti orang dewasa, bayi yang baru lahir dan kanak-kanak
sangat mudah terkena penyakit ‘ain. Apalagi kalau bayi/anak itu mempunyai
kelebihan yang tidak dimiliki bayi/anak yang lain, seperti
kelucuannya,kecomelan ,kesehatannya, dan lain-lain yang mengundang perhatian siapa
saja yang melihatnya.
Adapun diantara tanda-tanda anak yang terkena pengaruh buruk ‘ain
adalah :
1.Tangisan yang luarbiasa yang tidak kunjung
henti,kejang-kejang tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu kepada ibunya
tanpa sebab yang jelas.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْدَخَلَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ صَوْتَ صَبِيٍّ يَبْكِي
فَقَالَ مَا لِصَبِيِّكُمْ هَذَا يَبْكِي فَهَلَّا اسْتَرْقَيْتُمْ لَهُ مِنْ
الْعَيْنِ
Aisyah rodhiyallohu anha berkata : “Suatu ketika
Nabi masuk (rumahnya) kemudian mendengar bayi sedang menangis.Beliau
berkata,”Mengapa bayi kalian menangis?Mengapa tidak kalian bacakan
ruqyah-ruqyah (supaya sembuh) dari penyakit ‘ain) (Shahihul jami’ 988 no.5662)
2. Keadaan tubuh yang sangat kurus kering
عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِرَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِآلِ حَزْمٍ فِي رُقْيَةِ الْحَيَّةِ وَقَالَ لِأَسْمَاءَ
بِنْتِ عُمَيْسٍ مَا لِي أَرَى أَجْسَامَ بَنِي أَخِي ضَارِعَةً تُصِيبُهُمْ
الْحَاجَةُ قَالَتْ لَا وَلَكِنْ الْعَيْنُ تُسْرِعُ إِلَيْهِمْ قَالَ ارْقِيهِمْ
Dari Jabir rodhiyallohu anhu bahwa
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam memberi rukhshoh
(keringanan) bagi anak-anak Ja’far memakai bacaan ruqyah dari sengatan ular.
Beliau berkata kepada Asma’ binti Umais,”Mengapa aku lihat badan anak-anak
saudaraku ini kurus kering?Apakah mereka kelaparan?” Asma’ menjawab : “tidak,
akan tetapi mereka tertimpa ‘Ain.” Kata beliau,”Kalau begitu bacakan ruqyah
bagi mereka! (HR Muslim, Ahmad dan Baihaqi)
Sunnah bagi orang yang memandang takjub terhadap sesuatu :
Seperti yang telah dijelaskan di atas,bahwa penyakit ‘ain tidak
hanya disebabkan oleh orang yang iri dan dengki terhadap sesuatu yang
dipandangnya. bahkan setiap mata yang memandang takjub terhadap sesuatu dengan
izin Allah juga boleh menyebabkan pengaruh buruk ‘ain walaupun orang tersebut
tidak bermaksud menimpakan ‘ain. Bahkan ini terjadi pada para sahabat Nabi yang
sudah terkenal akan kebersihan hati mereka.
Adapun diantara sunnah ketika seseorang memandang takjub terhadap
sesuatu adalah :
1. Medoakan keberkahan pada apa yang dilihatnya
Dari Amir bin Robi’ah rodhiyallohu anhu :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ
نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ
حَقٌّ
Rosullulloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda
: “Jika salah seorang dari kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari
saudaranya, pada dirinya atau pada hartanya, maka doakan keberkahan padanya,
karena sesungguhnya penyakit ain itu haq (benar). (HR Ahmad).
Di antara cara mendoakan
keberkahan terhada apa yang dilihatnya adalah :
بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ
‘Ya Alloh Semoga Alloh
memberikan berkah padanya”
اللَّهُمَّ بَارِكْعَلَيْهِ
“Ya Alloh berkahilah atasnya”
اللَّهُمَّ بَارِكْلَهُ
“Ya Alloh berkahilah baginya”
2. Hendaklah mengucapkan :
مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ
إِلَّا بِاللَّهِ
“
Hal ini berdasar firman Alloh
dalam surat Al-Kahfi ayat 39. Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat
tersebut dengan mengatakan :”Ketika engkau masuk suatu kebun dan kau merasa
takjub akan keindahannya,mengapa engkau tidak memuji Allah swt atas nikmat yang
telah diberikan kepadamu seperti nikmat harta dan anak keturunan yang tidak
diberikan kepada selain engkau dan mengapa kamu tidak mengucapkan masya’Allah
la quwwata illa billah.
Perbedaan Antara
Al-‘Ain dan Kedengkian (Hasad)
“Dan
dari keburukan orang yang dengki ketika dengki.” (QS. Al-Falaq: 5).
Setiap ‘a’in (orang
yang menimpakan ‘ain) adalah hasid (pendengki) dan
tidak setiap hasid adalah ‘a’in. Karena hasid itu
lebih umum ketimbang ‘a’in, maka meminta perlindungan dari hasid berarti
meminta perlindungan dari ‘a’in. Yaitu panah yang keluar dari jiwa
hasid dan ‘a’in yang tertuju pada orang yang didengki (mahsud atau ma’in),
yang adakalanya menimpanya dan adakalanya tidak mengenainya. Jika ‘ain itu
kebetulan menimpa orang yang dalam keadaan terbuka tanpa pelindung, maka itu
berpengaruh padanya. Sebaliknya, bila ia menimpa kepada orang yang waspada dan
bersenjata, maka panah itu tidak berhasil mengenainya, tidak berpengaruh
padanya. Bahkan barangkali panah itu kembali kepada pemiliknya (diringkas
dari Zad al-Ma’ad).
Orang yang dengki lebih umum daripada orang yang mempunyai
‘Ain.Akan tetapi tidak setiap pendengki adalah pelaku ‘Ain.Oleh sebab itu
disebutkan isti’adzah (memohon perlindungan) di dalam Surah Al-Falaq itu adalah
dari kedengkian.Jika seorang Muslim ber-isti’adzah dari kejahatan orang yang
mendengki, maka sudah termasuk di dalamnya (isti’adzah kepada) pelaku ‘Ain.Ini
adalah termasuk kemukjizatan dan balaghah Al-Qur’an.
Kedengkian muncul dari rasa iri, benci, dan mengharapkan
lenyapnya nikmat. Sedangkan Al-‘Ain disebabkan oleh kekaguman, kehebatan, dan
keindahan.
Kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) memiliki kesamaan
dalam hal pengaruh, yaitu menimbulkan bahaya bagi orang yang didengki dan
dipandang dengan ‘Ain.Keduanya berbeda dalam soal sumber penyebab.Sumber
penyebab kedengkian adalah terbakarnya hati dan mengharapkan lenyapnya nikmat
dari orang yang didengki, sedangkan sumber penyebab Al-‘Ain adalah panahan
pandangan mata. Oleh sebab itu, kadang-kadang menimpa orang yang tidak didengki
seperti benda mati, binatang, tanaman, atau harta ; bahkan bisa jadi menimpa
dirinya sendiri. Jadi, pandangannya terhadap sesuatu adalah pandangan kekaguman
dan pelototan disertai penyesuaian jiwanya dengan hal tersebut sehingga bisa
menimbulkan pengaruh terhadap orang yang dipandang.
Orang yang mendengki bisa saja mendengki sesuatu yang
diperkirakan akan terjadi (belum terjadi), sedangkan pelaku ‘Ain tidak akan
melayangkan pandangan matanya kecuali pada sesuatu yang telah terjadi.
Orang tidak akan mendengki dirinya atau hartanya sendiri,
tetapi bisa jadi dia menatap keduanya (yaitu kepada dirinya dan hartanya itu)
dengan ‘Ain (sehingga terjadilah sesuatu pada dirinya).
Kedengkian tidak mungkin muncul kecuali dari orang yang berjiwa
buruk dan iri, tetapi Al-‘Ain kadang-kadang terjadi dari orang yang shalih
ketika dia mengagumi sesuatu tanpa ada maksud darinya untuk melenyapkannya,
sebagaimana yang dialami oleh ‘Amir bin Rabi’ah ketika tatapannya menimpa Sahl
bin Hunaif. Padahal ‘Amir radliyallaahu ‘anhu termasuk generasi awal bahkan
termasuk Mujahidin Badr. Diantara ulama yang membedakan antara kedengkian dan
Al-‘Ain (mata kedengkian) adalah Ibnul-Jauzi, Ibnul-Qayyim, Ibnu Hajar,
An-Nawawi dan lainnya.
Oleh karena itu, setiapmuslim yang melihat sesuatu yang
menakjubkan dianjurkan agar mendoakan keberkahannya baik sesuatu itu miliknya
ataupun milik orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wasallam dalam hadits Sahl bin Hunaif : “Mengapa kamu tidak memberkahinya ?”
Yaitu mendoakan keberkahannya, karena doa ini boleh mencegah
Al-‘Ain.
Pawatan Penyakit ‘Ain
Memandikan Pelaku ‘Ain
Jika telah diketahui pelaku ‘Ain-nya, maka perintahkanlah ia
agar mandi kemudian air yang dipakai mandi tersebut diambil dan disiramkan kepada
orang yang terkena ‘Ain dari arah belakangnya.
Dari Umamah bin Sahl bin Hunaif, bahwasannya ayahnya telah
menceritakan kepadanya : Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pergi
bersamanya menuju Makkah. Ketika sampai di satu celah bukit Kharar di daerah
Juhfah, maka Sahl bin Hunaif mandi. Ia adalah seorang yang yang berkulit sangat
putih dan sangat bagus. Maka ‘Amir bin Rabi’ah – kerabat Bani ‘Adi bin Ka’b –
memandangnya ketika ia sedang mandi. ‘Amir berkata : ‘Aku belum pernah melihat
seperti sekarang, juga tidak pernah melihat kulit wanita perawan bercadar’.
Maka tiba-tiba Sahl jatuh terguling (karena sakit. Maka datag Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam dan dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah,
apa kira-kira yang terjadi pada Sahl ? Ia (Sahl) tidak bisa mengangkat
kepalanya dan sekarang ia belum juga sadar”. Kemudian Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam bertanya : “Apakah ada seseorang yang kalian curigai ?”.
Mereka berkata : “Amir bin Rabi’ah telah memandangnya”. Kemudian Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggilnya lalu memarahinya dan bersabda :
‘Mengapa salah seorang diantara kalian hendak membunuh Saudaranya ? Mengapa
ketika kamu melihat sesuatu hal yang menakjubkanmu, kamu tidak memberkahi ?”.
Kemudian beliau berkata kepadanya : “Mandilah untuknya !”. Kemudian ‘Amir
mencuci mukanya, kedua tangannya, kedua sikunya, kedua lututnya, jari-jari
kedua kakinya, dan bagian dalam kainnya di dalam bejana. Kemudian (air bekas
mandi itu) disiramkan kepadanya (Sahl) oleh seseorang ke kepalanya dan
punggungnya dari arah belakangnya.Kemudian bejana terebut ditumpahkan isinya di
belakangnya. Maka setelah hal itu dilakukan, Sahl kembali bersama orang-orang
dalam keadaan tidak kurang suatu apa (sehat kembali). ” [HR. Ahmad 3/486 no.
16023, Malik 2/938 no. 1678, dan Nasa’i dalam Al-Kubraa 4/380 no. 7616;
dishahihkan oleh Al-Arnauth dalam dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan
Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 4020].
Bisa juga pelaku ‘Ain cukup berwudlu saja dan kemudian air
bekas wudlunya dipakai mandi oleh orang yang terkena ‘Ain.
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Orang yang
melakukan ‘Ain diperintahkan agar berwudlu kemudian orang yang terkena ‘Ain
mandi dari air (bekas wudlu tadi)” [HR. Abu Dawud no. 3880; dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/467].
Meruqyah kepada penderita ‘Ain dengan membaca :
“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari setiap sesuatu yang
menyakitimu dab dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allah-lah
yang menyembuhkanmu.Dengan nama Allah aku meruqyahmu” [HR. Muslim no. 2186].
“Dengan nama Allah, mudah-mudahan Dia membebaskanmu, dari
setiap penyakit, mudah-mudahan Dia akan menyembuhkanmu, melindungimu dari
kejahatan orang dengki jika dia mendengki dan dari kejahatan setiap orang yang
mempunyai ‘Ain (mata dengki)” [HR. Muslim no 2185].
Meletakkan tangan di bagian atas yang sakit dan meruqyah
dengan QS.Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas [Muttafaqun ‘alaih].
Bagi mendinding diri daripada penyakit al-‘Ain, hendaklah lazim surah al-Mu’awwizatani, yakni dua surah terakhir di dalam al-Qur’an. Inilah amalan Rasulullah sendiri sebagaimana Abu Sa’id al-Khudri: Adalah Rasulullah berta‘awuz (berdoa meminta perlindungan Allah) daripada ‘ain Jin, kemudian ‘ain manusia. Setelah turunnya surah al-Mu‘awwizatani, baginda mengambil (mengamalkan) keduanya dan meninggalkan yang selain dari itu. [Shahih Sunan al-Nasa’e, no: 5399/5509]
Bagi mendinding diri daripada penyakit al-‘Ain, hendaklah lazim surah al-Mu’awwizatani, yakni dua surah terakhir di dalam al-Qur’an. Inilah amalan Rasulullah sendiri sebagaimana Abu Sa’id al-Khudri: Adalah Rasulullah berta‘awuz (berdoa meminta perlindungan Allah) daripada ‘ain Jin, kemudian ‘ain manusia. Setelah turunnya surah al-Mu‘awwizatani, baginda mengambil (mengamalkan) keduanya dan meninggalkan yang selain dari itu. [Shahih Sunan al-Nasa’e, no: 5399/5509]
Note Penulis : Bagi mereka yang menjadikan Al-Mathurat
Al-Kubra susunan As-Syahid Imam Hassan Al-Bana sebagai wirid harian yang dibaca
pagi dan petang bermakna anda telah memohon perlindungan diri dari Allah swt
dari penyakit ‘Ain.Termasuk rawatannya sekali terutamanya bila bacaan tadi
ditiupkan kepada air untuk dimandikan.
Ceramah ringkas mengenai ‘Ain dari Asatizah Tanahair