Isnin, 12 Januari 2015

Penyakit ‘Ain(اْلعَيْنُ),Pencegahan Dan Cara Rawatannya

Di dalam dunia perubatan barat penyakit yang berkaitan dengan pandangan mata 'Ain mungkin amat asing dan tidak dikenali. Sesetengahnya tidak dapat membezakan antara sihir dengan 'Ain. Bila Nabi saw membeitahu bahawa ramai manusia menemui maut berpunca dari ‘Ain maka persoalan ini sebenarnya besar, namun ramai tidak memperdulikan nya.

Di dalam Fath al-Bari, Al-hafiz Ibn Hajar berkata : “Penyakit ‘ain adalah pandangan mata yang disertai pujian bersekali diiringi kedengkian lantaran memiliki tabiat jahat dan mengakibatkan orang yang dilihat mengalami kemudaratan.”

  
Penyakit ‘Ain berkemungkinan terjadi meskipun tanpa disengajakan oleh pelakunya

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan bahwa terkadang seseorang boleh mengarahkan ‘ain kepada dirinya sendiri.


Dalil-dalil Dari Hadith

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍعَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعَيْنُ حَقٌّ وَلَوْ كَانَ شَيْءٌ سَابَقَ الْقَدَرَ سَبَقَتْهُ الْعَيْنُ وَإِذَا اسْتُغْسِلْتُمْ فَاغْسِلُوا

Dari Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda : “Penyakit ‘Ain  itu benar-benar adanya, Jika seandainya ada sesuatu yang boleh mendahului qodar/takdir ,tentulah ia adalah penyakit ‘ain.Jika kamu diminta untuk mandi(untuk mengubat penyakit ‘ain) maka mandilah.  (hadith  riwayat  Muslim, hadith yang hampir sama juga di riwayatkan di dalam Shahih al-Bukhari )

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَعِيذُوا بِاللَّهِ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha,Rasululloh saw bersabda :Mintalah kamu perlindungan kepada Allah dari penyakit ‘ain karena sesungguhnya ‘ain itu adalah benar (Hadith Riwayat Ibnu Majah)

Di dalam hadith yang lain Nabi saw bersabda:

 “ Kebanyakan umatku meninggal dunia yang sememangnya merupakan qadak dan qadar Allah adalah disebabkan oleh penyakit ‘ain.”      (Hadith ini disebut oleh al-Haitsami di dalam Majma’ al-Zawa’id 5/160 daripada Jabir bin Abdullah(r.a) dan berkata:”Hadith ini diriwayatkan oleh al-Bazzar dan perawainya adalah perawi soheh selain Thabib bin Habib bin ‘Amar.Beliau adalah seorang thiqah.” Hadith ini disohehkan oleh al-Hafiz Ibn Hajar)

Dari Amir bin Robi’ah ra :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Rasullulloh saw bersabda : “Jika seorang dari kamu melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, pada dirinya atau pada hartanya, maka doakan keberkahan padanya, karena sesungguhnya penyakit ‘ain itu adalah benar”. (HR Ahmad).

Dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain adalah haq (benar)” [HR. Bukhari no. 5408 dan Muslim no. 2187].
Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
 “Meminta perlindunganlah kepada Allah dari Al-‘Ain, karena sesungguhnya Al-‘Ain itu haq (benar)”
[HR. Ibnu Majah no. 3508; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 938].
Dari Ibni ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma bahwa ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain itu haq (benar) dan sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir, niscaya Al-‘Ain akan mendahuluinya. Dan apabila engkau diminta mandi, hendaklah kalian mandi ” [HR. Muslim no. 2188].
Dari Asmaa’ binti ‘Umais radliyallaahu ‘anhaa ia berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Bani Ja’far terkena Al-‘Ain, maka apakah boleh aku meruqyah mereka ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menjawab : “Ya, sekiranya ada sesuatu yang mendahului takdir, niscaya Al-‘Ain akan mendahuluinya” [HR. Ahmad 6/438 no. 27510 dan Tirmidzi no. 2059; dihasankan oleh Al-Arnauth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jami’ no. 5286].

Dari Abi Dzarr radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : Sesungguhnya Al-‘Ain dapat memperdaya seseorang dengan ijin Allah sehingga ia naik ke tempat yang tinggi lalu jatuh darinya” [HR. Ahmad 5/146 no. 21340, 6/13 no. 5372, Al-Bazzar 9/386 no. 3972, dan Al-Haarits dalam Bughyatul-Bahits 2/603 no. 566; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 1681].

Dari Ibnu ‘Abbas radliyallaahu ‘anhuma dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain itu adalah haq yang dapat menggelincirkan orang yang naik ke tempat tinggi” [HR. Ahmad no. 1/274 no. 2477, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 12662, dan Al-Hakim no. 7489; dihasankan oleh Al-Arnauth dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahiihah no. 1250].

Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Al-‘Ain adalah haq (benar), dapat memasukkan seseorang ke dalam kuburan dan dapat memasukkan onta ke dalam kuali [3]” [HR. Ibnu ‘Adi 6/407 biografi no. 1890 dari Mu’awiyyah bin Hisyam Al-Qashshaar, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 7/90, Al-Khathiib 9/244, Al-Qadlaa’I 2/140 no. 1059; dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 4144].

Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam : “Kebanyakan orang yang meninggal dari umatku setelah qadla dan qadar Allah adalah karena Al-‘Ain” [HR. Ath-Thayalisi hal. 242 no. 1760, Bukhari dalam At-Tarikh Al-Kabir 4/360, no. 3144, Al-Hakim 3/46 no. , Al-Bazzar dalam Kasyful-Istaar 3/403 no. 3052, Ad-Dailami 1/364 no. 1467, dan Ibnu Abi ‘Ashim 1/136 no. 311; dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahiihul-Jaami’ no. 1206].

Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah memerintahkan agar aku meruqyah seseorang karena terkena Al-‘Ain” [HR. Bukhari no. 5406 dan Muslim no. 2195].

Dari Anas radliyallaahu ia berkata : “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah dalam ruqyah karena Al-‘Ain, Al-Hummah], dan An-Namlah]” [HR. Muslim no. 2196].
Al-Humah adalah setiap sengatan berbisa seperti sengatan ular, kalajengking, dan yang lainnya [An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir 5/120]
An-Namlah adalah nanah yang keluar dari perut [idem].

Dari Ummi Salamah radliyallaahu ‘anhaa :Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat di dalam rumah seorang anak perempuan yang di wajahnya terdapat Suf’ah . Maka beliau bersabda : “Padanya ada pengaruh akibat pandangan (Al-‘Ain). Ruqyah-lah ia !”[Bukhari no. 5407 dan Muslim no. 2197].
Saf’ah adalah tanda dari syaithan. Dikatakan pula bahwa ia adalah satu pukulan darinya, yaitu cekungan hitam atau kuning di wajahnya [An-Nihayah fii Ghariibil-Hadits oleh Ibnul-Atsir 2/375]

Dari Jabir radliyallaahu ‘anhu ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan rukhshah kepada keluarga Hazm dalam meruqyah (gigitan) ular. Maka beliau bersabda kepada Asmaa’ binti ‘Umais : “Mengapa saya melihat badan anak-anak keturunan keturunan anak-anak saudara saya kurus-kurus ? Apakah karena kemiskinan ?”. Asma menjawab : “Tidak, akan tetapi Al-‘Ain cepat menimpa mereka”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata : “Ruqyahlah mereka” [HR. Muslim no. 2198].


Dalil Dali Al Quran

Lupa dan tidak bersyukur pada Allah swt serta melihat kebun dengan takjub akan keindahannya menjadi asbab kemusnahan kebun berkenaan

Surah Al Kahfi 39-40

39. Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, "Maasya Allah, laa quwwata illaa billaah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu
40. Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu; sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin.

                                                                                                                        surat Al-Kahfi ayat 39-40.

Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan :”Ketika engkau masuk suatu kebun dan kau merasa takjub akan keindahannya,mengapa engkau tidak memuji Allah atas nikmat yang telah diberikan kepadamu seperti nikmat harta dan anak keturunan yang tidak diberikan kepada selain engkau dan mengapa kamu tidak mengucapkan masya’Allah la quwwata illa billah.Ayat 39 surah Al-Kahfi sering saya gunakan di dalam ruqyah bagi penyakit ‘ain yang tidak diketahui puncanya. Ditiup ke dalam air untuk tujuan minum dan mandi.


Surah Yusuf : 67 – 68
Dan Ya’qub berkata: “Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri”. Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya. Dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya.Akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.

Ibnu Katsir berkata :
“Allah berfirman mengkhabarkan tentang Ya’qub ‘alahis-salaam bahwasannya ia memerintah anak-anaknya ketika mempersiapkan mereka bersama saudara mereka, Bunyamin, ke Mesir agar mereka tidak masuk semuanya dari satu pintu, akan tetapi dari beberapa pintu yang berlainan. Sesungguhnya Ya’qub – sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Muhammad bin Ka’b, Mujahid, Adl-Dlahhak, Qatadah, As-Suddi, dan yang lainnya – mengkhawatirkan mereka dari Al-‘Ain (pengaruh mata). Hal itu disebabkan karena anak-anak Ya’qub tersebut tampan-tampan dan menawan. Maka Ya’qub mengkhawatirkan mereka akan pengaruh ‘Ain dari orang-orang yang memandang mereka, karena Al-‘Ain adalah haq (benar) yang dapat mengakibatkan seorang penunggang kuda jatuh dari kudanya”.

Kemudian beliau melanjutkan :
“Dan firman-Nya : Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. ; yaitu kehati-hatian itu tidak akan dapat menolak takdir Allah dan ketentuan-Nya, karena sesungguhnya Allah jika telah menghendaki sesuatu maka tidak ada yang menghalangi. Firman-Nya : {Dan tatkala mereka masuk menurut yang diperintahkan ayah mereka, maka (cara yang mereka lakukan itu) tiadalah melepaskan mereka sedikitpun dari takdir Allah, akan tetapi itu hanya suatu keinginan pada diri Ya’qub yang telah ditetapkannya} ; mereka berkata : ‘Yaitu menghindari pengaruh Al’-‘Ain terhadap mereka” [Tafsir Ibnu Katsir 2/485].

QS. Al-Qalam : 51
“Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran dan mereka berkata: “Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila”.
Ibnu Katsir berkata :
“Telah berkata Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan yang lainnya : {‘benar-benar hampir menggelincirkan kamu’} ; yaitu mempengaruhi kamu; {‘dengan pandangan mereka’} ; yaitu memandangmu dengan mata-mata mereka yaitu mendengkimu karena kebencian mereka kepadamu. Sekiranya tidak ada perlindungan Allah kepadamu dari mereka.Di dalam ayat ini terdapat dalil bahwa terkena Al-‘Ain dan pengaruhnya adalah haq (benar) dengan ijin Allah, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits yang diriwayatkan dari beberapa jalan yang berbeda” [Tafsir Ibnu Katsir 4/410].

Dalil Dari Hadith(Kisah Sahabat)

Namun terkadang pengaruh buruk ain terjadi tanpa disengajakan dari orang yang memandang takjub terhadap sesuatu yang dilihatnya.Lebih dari itu kesan buruk pandangan mata ini juga boleh terjadi dari orang yang hatinya bersih atau orang-orang yang soleh sekalipun mereka tidak bermaksud menimpakan ‘ain kepada apa yang dilihatnya. Hal ini pernah terjadi kepada para sahabat Nabi saw, padahal hati mereka terkenal bersih,tidak ada rasa irihati atau dengki terhadap sesamanya.

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّهُ قَالَرَأَى عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ سَهْلَ بْنَ حُنَيْفٍ يَغْتَسِلُ فَقَالَ مَا رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلَا جِلْدَ مُخْبَأَةٍ فَلُبِطَ سَهْلٌ فَأُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامِرًا فَتَغَيَّظَ عَلَيْهِ وَقَالَ عَلَامَ يَقْتُلُ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ أَلَّا بَرَّكْتَ اغْتَسِلْ لَهُ فَغَسَلَ عَامِرٌ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ وَمِرْفَقَيْهِ وَرُكْبَتَيْهِ وَأَطْرَافَ رِجْلَيْهِ وَدَاخِلَةَ إِزَارِهِ فِي قَدَحٍ ثُمَّ صُبَّ عَلَيْهِ فَرَاحَ مَعَ النَّاسِ

Dari Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif, dia berkata bahwa Amir bin Robi’ah melihat Sahl bin Hunaif sedang mandi, lalu berkatalah Amir : ‘Aku tidak pernah melihat (pemandangan) seperti hari ini, dan tidak pernah kulihat kulit yang secantik  ini” Maka jatuh sakitlah Sahl. Kemudian Rasulullah saw mendatangi Amir. Dengan marah beliau berkata :”Atas dasar apa kamu mahu membunuh saudaranya? Mengapa engkau tidak memohonkan keberkahan (kepada yang kau lihat)? Mandilah untuknya.Maka Amir mandi dengan menggunakan satu bekas air, dia mencuci wajahnya,dua tangan,kedua siku,kedua lutut,ujung-ujung kakinya,dan bagian dalam sarungnya. Kemudian air bekas mandinya itu dituangkan kepada Sahl, lantas dia sadar dan berlalulah bersama manusia.
(HR Malik dalam Al-Muwaththo 2/938, Ibnu Majah 3509, disohehkan oleh Ibnu Hibban 1424. Sanadnya soheh,para perawinya terpercaya,lihad Zadul Ma’ad tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan Abdul Qadir al-Arnauth 4/150 cetakan tahun 1424 H)

Hadith ini menjelaskan penyakit ‘ain dan juga kaedah rawatannya.Jika diketahui pemilik pandangan yang menyebabkan penyakit itu, maka diminta sipenyebab mengambil wuduk.Air wuduk tadi dijadikan mandian kepada orang yang terkena ‘ain.


Abu Daud meriwayatkan dari Aisyah -rodhiallaahu’anha-, ia mengatakan, “Orang yang menimpakan ‘ain diperintahkan supaya berwudhu, kemudian orang yang tertimpa ‘ain mandi darinya.” (HR. Abu Daud, no.3880, kitab ath-Thibb). Imam Ahmad, Malik, an-Nasa’i dan Ibnu Hibban; ia menshahihkannya, meriwayatkan dari Sahl bin Hanif :

“Bahwa Rasulullah -shallallaahu ’alaihi wasallam- keluar beserta orang-orang yang berjalan bersamanya menuju Makkah, hingga ketika sampai di daerah Khazzar dari Juhfah, Sahl bin Hanif mandi. Ia seorang yang berkulit putih serta elok tubuh dan kulitnya. Lalu Amir bin Rabi`ah, saudara Bani Adi bin Ka`b melihatnya, dalam keadaan sedang mandi, seraya mengatakan, ‘Aku belum pernah melihat seperti hari ini kulit yang disembunyikan.’ Maka Sahl pingsan. Lalu ia dibawa kepada Nabi -shallallaahu ’alaihi wasallam- lantas dikatakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, mengapa Shal begini. Demi Allah, ia tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula siuman.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kalian mendakwa seseorang mengenainya?’ Mereka menjawab, ‘Amir bin Rabi’ahtelah memandangnya.’ Maka beliau -shallallaahu ’alaihi wasallam- memanggil Amir dan memarahinya, seraya bersabda, ‘Mengapa salah seorang dari kalian membunuh saudaranya. Mengapa ketika kamu melihat sesuatu yang mengagumkanmu, kamu tidak mendoakan keberkahan (untuknya)?’ Kemudian beliau bersabda kepadanya, ‘Mandilah untuknya.’ Lalu ia membasuh wajahnya, kedua tangannya dan kedua sikunya, kedua lututnya dan ujung kedua kakinya, dan bagian dalam sarungnya dalam suatu bejana. Kemudian air itu diguyurkan di atasnya, yang diguyurkan oleh seseorang di atas kepalanya dan punggungnya dari belakangnya. Ia meletakkan bejana di belakangnya. Setelah melakukan demikian, Sahl bangkit bersama orang-orang tanpa merasakan sakit lagi.” (HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam).

Pandangan Para Ulama

Ibnu Qoyyim rahimahullah mengatakan bahwa penyakit ‘ain ada dua jenis :’ain insi (‘ain berunsur manusia) dan ‘ain jinni (‘ain berunsur jin).

Diriwayatkan dengan shahih dari Ummu Salamah bahwa Nabi shollallohu alaihi wa sallam pernah melihat seorang budak wanita di rumahnya yang wajahnya terlihat kusam. Beliau berkata,”Ruqyah wanita ini, ia terkena ‘ain.
(Dikeluarkan oleh Al-Bukhori dan Muslim,Al-Hakim,Abu Nu’aim dan Al-Isma’ili dalam Mustakhroj-nya serta Ath-Thobroni)

Al-Husain bin Mas’ud Al-Farro berkata :Adapun sabda beliau “sa’fatun(kusam) bermakna “Nadzrotun” (terkena ‘ain dari unsur jin).

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata :
“Perkataan Al-Bukhari : Al-‘Ain adalah haq (benar), yaitu bahwa terkena Al-‘Ain adalah sesuatu yang tetap lagi ada atau ia merupakan perkataan yang menyatakan kebenaran akan wujudnya. Telah berkata Al-Mazar : Jumhur ulama telah mengambil dhahir hadits dan mengingkari golongan-golongan ahlul-bid’ah (yang telah memalingkannya) dari makna sebenarnya. Karena segala sesuatu tidaklah mustahil pada dirinya dan tidaklah pula mengherankan bagi hati atas hakikatnya..” [Fathul-Bari 10/200 penjelasan atas Bab : Al-‘Ainu haqqun].

Ibnul-Atsir berkata :
“Dikatakan : Fulan terkena ‘Ain, yaitu apa bila musuh atau orang-orang dengki memandangnya lalu pandangan itu mempengaruhinya hingga menyebabkannya sakit” [An-Nihayah 3/332].

Ibnul-Jauzi berkata :
“Al-‘Ain adalah pandangan yang disertai anggapan baik yang bercampur dengan kedengkian.Orang yang memandang tersebut mempunyai tabi’at yang buruk – seperti halnya angin panas (yang memberikan pengaruh pada apa yang dikenainya) – sehingga ia akan memberikan bekas/pengaruh pada orang yang dipandangnya tersebut” [Kasyful-Musykil min Hadiitsish-Shahihain no. 994].

Ibnul-Qayyim berkata :
“Sekelompok orang yang tidak banyak mendengar dan berfikir menolak masalah (hakikat) Al-‘Ain mengatakan : “Itu hanyalah khayalan yang tidak mempunyai hakikat”. Mereka ini termasuk orang yang paling bodoh karena tidak banyak mendengar dan berfikir, termasuk orang-orang yang paling tebal dinding penutupnya, paling keras tabiatnya, dan paling jauh pengetahuannya tentang ruh dan jiwa. Padahal, sifat-sifat, perbuatan-perbuatan, dan pengaruh-pengaruh Al-‘Ain itu – demikian pula orang-orang yang berakal sehat di kalangan umat dari berbagai aliran dan madzhab – tidak menolak dan tidak mengingkari masalah Al-‘Ain ini, sekalipun mereka berselisih pendapat tentang sebabnya dan bagaimana pengaruh Al-‘Ain itu” [Zaadul-Ma’ad 4/152].
Selanjutnya Ibnul-Qayyim melanjutkan :
“Tidak diragukan lagi bahwa Allah menciptakan bermacam-macam kekuatan dan tabiat pada jasad dan ruh.Banyak diantaranya yang dijadikan memiliki kekhususan dan seluk-beluk pengaruhnya. Bagi orang yang berakal tidak mungkin menolak pengaruh ruh dalam jasad, karena ia merupakan hal yang empirik. Anda melihat bagaimana wajah menjadi merah padam apabila dipandang oleh orang yang sangat disegani, atau menjadi pucat pasi bila dipandang oleh orang yang ditakuti.Orang-orang pun menyaksikan adanya orang yang sakit dan lemah kekuatannya disebabkan oleh pandangan mata.Ini semua terjadi dengan perantaraan ruh.Dan, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan mata, maka orang yang menisbatkan perbuatannya tersebut padanya (mata) padahal sesungguhnya tidaklah demikian, tetapi hanyalah merupakan pengaruh ruh.Sedangkan ruh itu sendiri bermacam-macam tabiat, kekuatan, seluk-beluk, dan kekhususan-kekhususannya. Ruh orang yang mendengki akan menyakiti secara jelas orang yang didengki.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan Rasul-Nya agar berlindung kepada-Nya dari kejahatannya.Pengaruh orang yang mendengki dalam menyakiti orang yang didengki merupakan perkara yang tidak dipungkiri kecuali oleh orang yang telah keluar dari hakikat kemanusiaan (gila). Ia (kedengkian) merupakan pangkal terjadinya apa yang disebut : Terkena Al-‘Ain. Karena jiwa yang buruk dan mendengki akan menyesuaikan diri dengan cara yang buruk dan melawan orang yang didengki kemudian mempengaruhinya dengan kekhususan tersebut. Sesuatu yang paling mirip dengan hal ini adalah ular, karena racun tersimpan di dalamnya dengan kuat; apabila ia menghadapi musuhnya maka akan muncul darinya satu kekuatan amarah dan akan menyesuaikan dengan cara yang buruk dan menyakitkan. Diantaranya ada yang sangat kuat cara penyesuaiannya sehingga bisa berpengaruh menggugurkan janin (yang ada dalam kandungan). Ada juga yang bisa menimbulkan kebutaan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang ular bunting dan mempunyai dua garis putih di punggungnya : “Keduanya bisa membutakan kedua mata dan menggugurkan kandungan”
Kadang-kadang pengaruh tersebut terjadi melalui kontak (persentuhan), perlawanan, pandangan, mengerahkan ruh kepada orang yang akan dipengaruhi, doa-doa, jampi-jampi, ta’awudz (doa meminta perlindungan), atau dengan mengkhayalkan dan membayangkan. Pengaruh jiwa orang yang melakukan Al-‘Ain itu tidak hanya tergantung pada pandangan, bahkan bisa jadi matanya buta kemudian dijelaskan padanya sesuatu lalu jiwanya bisa mempengaruhinya sekalipun tidak melihat.Banyak orang yang mempunyai Al-‘Ain dapat mempengaruhi orang yang didengki hanya melalui penjelasan yang didengarnya tanpa melihatnya. Dan sungguh Allah telah berfirman kepada Nabi-Nya : “Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Quran” [QS. Al-Qalam : 51]. Dan Allah juga berfirman : Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [QS. Al-Falaq : 1-5]. Maka setiap pelaku ‘Ain adalah pendengki, namun tidaklah setiap pendengki itu adalah pelaku ‘Ain.Seorang pendengki lebih umum daripada seorang pelaku ‘Ain, sehingga isti’adzah terhadap orang yang dengki (dalam ayat) sudah mencakup isti’adzah dari para pelaku ‘Ain.Ia adalah “anak panah” yang keluar dari jiwa seorang pendengki dan pelaku ‘Ain kepada orang yang didengki, yang kadang-kadang menimpanya tapi juga kadang-kadang tidak mengenainya. Jika kebetulan orang yang didengki itu “telanjang” tidak ada “perlindungan” sama sekali, maka pasti akan mempengaruhinya. Jika orang yang didengki itu dalam keadaan “siap membawa senjata”, maka tidak akan mampu menembusnya. Bahkan mungkin anak panah itu akan kembali pada orang yang meluncurkannya” [idem 4/153-154].
Beliau meneruskan :
“Asal terjadinya Al-‘Ain ini adalah dari kekaguman orang yang melakukan ‘Ain itu terhadap sesuatu, kemudian diikuti oleh penyesuaian jiwanya yang buruk lalu melancarkan racunnya menggunakan ‘Ain kepada orang yang didengki.Seseorang bisa jadi melakukan ‘Ain terhadap dirinya dan kadang-kadang pengaruh buruk dari pandangan matanya itu mengenai (seseorang) tanpa kehendaknya” [idem, 4/154].

PENCEGAHAN DAN RAWATAN

Walaupun di dalam perbahasan dalil-dalil di atas ada disebutkan pencegahan dan rawatan penyakit ‘ain namun saya cuba gariskan semula seperti di bawah.

Dari nas-nas di atas kita dapati kes ‘ain itu boleh mengenai tubuh badan pesakit  juga hartanya. Kesan-kesan penyakit ‘Ain:
a)     Pesakit yang terkenai ‘ain boleh jadi terus tidak sedarkan diri(Kisah Sahl RA)
b)     Jatuh dari tempat tinggi(HR. Ahmad no. 1/274 no. 2477, Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir no. 12662, dan Al-Hakim no. 7489)
c)     Kemusnahan kebun seperti kisah pemilik kebun di dalam surat Al-Kahfi(tafsir Ibnu Kathir)

Atau secara ringkasnya ‘ain boleh mendatangkan mudarat kepada tubuh badan dan harta benda dengan perbagai bentuk penyakit dan kemusnahan.

Kita sering memuji anak-anak yang comel sambil mencubit pipi lembutnya.“Comelnya dia”.Ditakuti tanpa disedari kita telah memudaratkan anak berkenaan dengan masalah ‘ain dengan izin Allah swt. Begitulah juga apabila kita melihat kereta atau rumah atau harta yang menimbulkan ketajuban samada milik sendiri atau milik orang lain. Jadi apa harus kita lakukan?.

 Seperti orang dewasa, bayi yang baru lahir dan kanak-kanak sangat mudah terkena penyakit ‘ain. Apalagi kalau bayi/anak itu mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki bayi/anak yang lain, seperti kelucuannya,kecomelan ,kesehatannya, dan lain-lain yang mengundang perhatian siapa saja yang melihatnya.
Adapun diantara tanda-tanda anak yang terkena pengaruh buruk ‘ain adalah :

1.Tangisan yang luarbiasa yang tidak kunjung henti,kejang-kejang tanpa sebab yang jelas, tidak mau menyusu kepada ibunya tanpa sebab yang jelas.

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْدَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَ صَوْتَ صَبِيٍّ يَبْكِي فَقَالَ مَا لِصَبِيِّكُمْ هَذَا يَبْكِي فَهَلَّا اسْتَرْقَيْتُمْ لَهُ مِنْ الْعَيْنِ
Aisyah rodhiyallohu anha berkata : “Suatu ketika Nabi masuk (rumahnya) kemudian mendengar bayi sedang menangis.Beliau berkata,”Mengapa bayi kalian menangis?Mengapa tidak kalian bacakan ruqyah-ruqyah (supaya sembuh) dari penyakit ‘ain) (Shahihul jami’ 988 no.5662)


2. Keadaan tubuh yang sangat kurus kering

عَنْ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِرَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِآلِ حَزْمٍ فِي رُقْيَةِ الْحَيَّةِ وَقَالَ لِأَسْمَاءَ بِنْتِ عُمَيْسٍ مَا لِي أَرَى أَجْسَامَ بَنِي أَخِي ضَارِعَةً تُصِيبُهُمْ الْحَاجَةُ قَالَتْ لَا وَلَكِنْ الْعَيْنُ تُسْرِعُ إِلَيْهِمْ قَالَ ارْقِيهِمْ
Dari Jabir rodhiyallohu anhu bahwa Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam memberi rukhshoh (keringanan) bagi anak-anak Ja’far memakai bacaan ruqyah dari sengatan ular. Beliau berkata kepada Asma’ binti Umais,”Mengapa aku lihat badan anak-anak saudaraku ini kurus kering?Apakah mereka kelaparan?” Asma’ menjawab : “tidak, akan tetapi mereka tertimpa ‘Ain.” Kata beliau,”Kalau begitu bacakan ruqyah bagi mereka! (HR Muslim, Ahmad dan Baihaqi)

Sunnah bagi orang yang memandang takjub terhadap sesuatu :

Seperti yang telah dijelaskan di atas,bahwa penyakit ‘ain tidak hanya disebabkan oleh orang yang iri dan dengki terhadap sesuatu yang dipandangnya. bahkan setiap mata yang memandang takjub terhadap sesuatu dengan izin Allah juga boleh menyebabkan pengaruh buruk ‘ain walaupun orang tersebut tidak bermaksud menimpakan ‘ain. Bahkan ini terjadi pada para sahabat Nabi yang sudah terkenal akan kebersihan hati mereka.
Adapun diantara sunnah ketika seseorang memandang takjub terhadap sesuatu adalah :

1. Medoakan keberkahan pada apa yang dilihatnya

Dari Amir bin Robi’ah rodhiyallohu anhu :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Rosullulloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda : “Jika salah seorang dari kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, pada dirinya atau pada hartanya, maka doakan keberkahan padanya, karena sesungguhnya penyakit ain itu haq (benar). (HR Ahmad).

Di antara cara mendoakan keberkahan terhada apa yang dilihatnya adalah :
بَارَكَ اللَّهُ فِيهِ
‘Ya Alloh Semoga Alloh memberikan berkah padanya”
اللَّهُمَّ بَارِكْعَلَيْهِ
“Ya Alloh berkahilah atasnya”
اللَّهُمَّ بَارِكْلَهُ
“Ya Alloh berkahilah baginya”

2. Hendaklah mengucapkan :
مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
Hal ini berdasar firman Alloh dalam surat Al-Kahfi ayat 39. Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan :”Ketika engkau masuk suatu kebun dan kau merasa takjub akan keindahannya,mengapa engkau tidak memuji Allah swt atas nikmat yang telah diberikan kepadamu seperti nikmat harta dan anak keturunan yang tidak diberikan kepada selain engkau dan mengapa kamu tidak mengucapkan masya’Allah la quwwata illa billah.

Perbedaan Antara Al-‘Ain dan Kedengkian (Hasad)
“Dan dari keburukan orang yang dengki ketika dengki.” (QS. Al-Falaq: 5).

Setiap ‘a’in (orang yang menimpakan ‘ain) adalah hasid (pendengki) dan tidak setiap hasid  adalah ‘a’in. Karena hasid itu lebih umum ketimbang ‘a’in, maka meminta perlindungan dari hasid berarti meminta perlindungan dari ‘a’in. Yaitu panah yang keluar dari jiwa hasid dan ‘a’in yang tertuju pada orang yang didengki (mahsud atau ma’in), yang adakalanya menimpanya dan adakalanya tidak mengenainya. Jika ‘ain itu kebetulan menimpa orang yang dalam keadaan terbuka tanpa pelindung, maka itu berpengaruh padanya. Sebaliknya, bila ia menimpa kepada orang yang waspada dan bersenjata, maka panah itu tidak berhasil mengenainya, tidak berpengaruh padanya. Bahkan barangkali panah itu kembali kepada pemiliknya (diringkas dari Zad al-Ma’ad).

Orang yang dengki lebih umum daripada orang yang mempunyai ‘Ain.Akan tetapi tidak setiap pendengki adalah pelaku ‘Ain.Oleh sebab itu disebutkan isti’adzah (memohon perlindungan) di dalam Surah Al-Falaq itu adalah dari kedengkian.Jika seorang Muslim ber-isti’adzah dari kejahatan orang yang mendengki, maka sudah termasuk di dalamnya (isti’adzah kepada) pelaku ‘Ain.Ini adalah termasuk kemukjizatan dan balaghah Al-Qur’an.
Kedengkian muncul dari rasa iri, benci, dan mengharapkan lenyapnya nikmat. Sedangkan Al-‘Ain disebabkan oleh kekaguman, kehebatan, dan keindahan.
Kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) memiliki kesamaan dalam hal pengaruh, yaitu menimbulkan bahaya bagi orang yang didengki dan dipandang dengan ‘Ain.Keduanya berbeda dalam soal sumber penyebab.Sumber penyebab kedengkian adalah terbakarnya hati dan mengharapkan lenyapnya nikmat dari orang yang didengki, sedangkan sumber penyebab Al-‘Ain adalah panahan pandangan mata. Oleh sebab itu, kadang-kadang menimpa orang yang tidak didengki seperti benda mati, binatang, tanaman, atau harta ; bahkan bisa jadi menimpa dirinya sendiri. Jadi, pandangannya terhadap sesuatu adalah pandangan kekaguman dan pelototan disertai penyesuaian jiwanya dengan hal tersebut sehingga bisa menimbulkan pengaruh terhadap orang yang dipandang.

Orang yang mendengki bisa saja mendengki sesuatu yang diperkirakan akan terjadi (belum terjadi), sedangkan pelaku ‘Ain tidak akan melayangkan pandangan matanya kecuali pada sesuatu yang telah terjadi.
Orang tidak akan mendengki dirinya atau hartanya sendiri, tetapi bisa jadi dia menatap keduanya (yaitu kepada dirinya dan hartanya itu) dengan ‘Ain (sehingga terjadilah sesuatu pada dirinya).
Kedengkian tidak mungkin muncul kecuali dari orang yang berjiwa buruk dan iri, tetapi Al-‘Ain kadang-kadang terjadi dari orang yang shalih ketika dia mengagumi sesuatu tanpa ada maksud darinya untuk melenyapkannya, sebagaimana yang dialami oleh ‘Amir bin Rabi’ah ketika tatapannya menimpa Sahl bin Hunaif. Padahal ‘Amir radliyallaahu ‘anhu termasuk generasi awal bahkan termasuk Mujahidin Badr. Diantara ulama yang membedakan antara kedengkian dan Al-‘Ain (mata kedengkian) adalah Ibnul-Jauzi, Ibnul-Qayyim, Ibnu Hajar, An-Nawawi dan lainnya.
Oleh karena itu, setiapmuslim yang melihat sesuatu yang menakjubkan dianjurkan agar mendoakan keberkahannya baik sesuatu itu miliknya ataupun milik orang lain. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dalam hadits Sahl bin Hunaif : “Mengapa kamu tidak memberkahinya ?”
Yaitu mendoakan keberkahannya, karena doa ini boleh mencegah Al-‘Ain.

Pawatan Penyakit ‘Ain
Memandikan Pelaku ‘Ain
Jika telah diketahui pelaku ‘Ain-nya, maka perintahkanlah ia agar mandi kemudian air yang dipakai mandi tersebut diambil dan disiramkan kepada orang yang terkena ‘Ain dari arah belakangnya.

Dari Umamah bin Sahl bin Hunaif, bahwasannya ayahnya telah menceritakan kepadanya : Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pergi bersamanya menuju Makkah. Ketika sampai di satu celah bukit Kharar di daerah Juhfah, maka Sahl bin Hunaif mandi. Ia adalah seorang yang yang berkulit sangat putih dan sangat bagus. Maka ‘Amir bin Rabi’ah – kerabat Bani ‘Adi bin Ka’b – memandangnya ketika ia sedang mandi. ‘Amir berkata : ‘Aku belum pernah melihat seperti sekarang, juga tidak pernah melihat kulit wanita perawan bercadar’. Maka tiba-tiba Sahl jatuh terguling (karena sakit. Maka datag Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan dikatakan kepada beliau : “Wahai Rasulullah, apa kira-kira yang terjadi pada Sahl ? Ia (Sahl) tidak bisa mengangkat kepalanya dan sekarang ia belum juga sadar”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya : “Apakah ada seseorang yang kalian curigai ?”. Mereka berkata : “Amir bin Rabi’ah telah memandangnya”. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memanggilnya lalu memarahinya dan bersabda : ‘Mengapa salah seorang diantara kalian hendak membunuh Saudaranya ? Mengapa ketika kamu melihat sesuatu hal yang menakjubkanmu, kamu tidak memberkahi ?”. Kemudian beliau berkata kepadanya : “Mandilah untuknya !”. Kemudian ‘Amir mencuci mukanya, kedua tangannya, kedua sikunya, kedua lututnya, jari-jari kedua kakinya, dan bagian dalam kainnya di dalam bejana. Kemudian (air bekas mandi itu) disiramkan kepadanya (Sahl) oleh seseorang ke kepalanya dan punggungnya dari arah belakangnya.Kemudian bejana terebut ditumpahkan isinya di belakangnya. Maka setelah hal itu dilakukan, Sahl kembali bersama orang-orang dalam keadaan tidak kurang suatu apa (sehat kembali). ” [HR. Ahmad 3/486 no. 16023, Malik 2/938 no. 1678, dan Nasa’i dalam Al-Kubraa 4/380 no. 7616; dishahihkan oleh Al-Arnauth dalam dalam Ta’liqnya terhadap Musnad Ahmad dan Al-Albani dalam Shahihul-Jaami’ no. 4020].

Bisa juga pelaku ‘Ain cukup berwudlu saja dan kemudian air bekas wudlunya dipakai mandi oleh orang yang terkena ‘Ain.


Dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhu ia berkata : “Orang yang melakukan ‘Ain diperintahkan agar berwudlu kemudian orang yang terkena ‘Ain mandi dari air (bekas wudlu tadi)” [HR. Abu Dawud no. 3880; dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud 2/467].

Meruqyah kepada penderita ‘Ain dengan membaca :



“Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari setiap sesuatu yang menyakitimu dab dari kejelekan setiap jiwa atau mata yang dengki. Allah-lah yang menyembuhkanmu.Dengan nama Allah aku meruqyahmu” [HR. Muslim no. 2186].



“Dengan nama Allah, mudah-mudahan Dia membebaskanmu, dari setiap penyakit, mudah-mudahan Dia akan menyembuhkanmu, melindungimu dari kejahatan orang dengki jika dia mendengki dan dari kejahatan setiap orang yang mempunyai ‘Ain (mata dengki)” [HR. Muslim no 2185].

Meletakkan tangan di bagian atas yang sakit dan meruqyah dengan QS.Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas [Muttafaqun ‘alaih].

Bagi mendinding diri daripada penyakit al-‘Ain, hendaklah lazim surah al-Mu’awwizatani, yakni dua surah terakhir di dalam al-Qur’an. Inilah amalan Rasulullah sendiri sebagaimana Abu Sa’id al-Khudri: Adalah Rasulullah berta‘awuz (berdoa meminta perlindungan Allah) daripada ‘ain Jin, kemudian ‘ain manusia. Setelah turunnya surah al-Mu‘awwizatani, baginda mengambil (mengamalkan) keduanya dan meninggalkan yang selain dari itu. [Shahih Sunan al-Nasa’e, no: 5399/5509]



Note Penulis : Bagi mereka yang menjadikan Al-Mathurat Al-Kubra susunan As-Syahid Imam Hassan Al-Bana sebagai wirid harian yang dibaca pagi dan petang bermakna anda telah memohon perlindungan diri dari Allah swt dari penyakit ‘Ain.Termasuk rawatannya sekali terutamanya bila bacaan tadi ditiupkan kepada air untuk dimandikan.
Ceramah ringkas mengenai ‘Ain dari Asatizah Tanahair